(Arrahmah.com) – Dalam artikel “Dalil-dali Syar’i Kebodohan Sebagai udzur Dalam Pengkafiran bagian 1“, kita telah menguraikan dalil syar’i pertama dari Al-Qur’an yang menjadi landasan pendapat kelompok ulama yang memberlakukan udzur kebodohan dalam perkara-perkara (kufur akbar, syirik akbar dan tauhid) yang diperselisihkan. Pada artikel “Dalil-dali Syar’i Kebodohan Sebagai udzur Dalam Pengkafiran bagian 2” ini, kita akan menguraikan lebih lanjut dalil-dalil syar’i yang menjadi landasan pendapat mereka.
***
Dalil-dalil Al-Qur’an
[2] Firman Allah Ta’ala:
( وَمَا كَانَ اللهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ )
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taubah [9]: 115)
Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat 113-114 surat At-Taubah yang melarang orang-orang beriman memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik dan kafir. Dalam ayat 115 surat At-Taubah di atas Allah mengampuni kesalahan sebagian orang beriman yang memintakan ampun bagi orang-orang musyrik dan kafir sebelum mengetahui adanya larangan tersebut. Allah menyatakan sebagian orang beriman tersebut tidak divonis tersesat, disebabkan ketidak tahuannya atas larangan tersebut.
Sebab turunnya ayat ini bersifat khusus yaitu Allah memaafkan dan tidak memvonis sesat (kafir, musyrik) orang beriman yang memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik dan kafir disebabkan ketidak tahuannya atas larangan tersebut. Namun hukumnya berlaku umum, yaitu Allah memaafkan orang beriman dan tidak memvonisnya sesat (kafir, musyrik) atas kesalahan lain dalam perkara-perkara lainnya yang masih tersamar di mana dalil-dalil dan hukum-hukumnya belum diketahui oleh dirinya dan orang-orang yang semisal dengannya. Demikian dijelaskan oleh para ulama tafsir, berdasar kaedah al-ibratu bi ‘umumi al-lafzhi laa bi khusus as-sabab, pelajaran dari sebuah dalil syar’i disimpulkan berdasarkan keumuman lafal dalil tersebut, bukan berdasar kekhususan sebab nuzulnya.
Imam Muhammad bin Jarir Ath-Thabari berkata:
Allah Ta’ala berfirman: Dan Allah tidak akan memvonis kalian tersesat, karena kalian memintakan ampunan untuk orang-orang musyrik yang telah mati, setelah Allah memberi rizki berupa petunjuk kepada kalian dan memberi taufik kepada kalian untuk beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya, sampai Allah memberikan penjelasan tentang larangan tersebut kepada kalian, lalu kalian tidak mau berhenti (memintakan ampunan untuk orang-orang musyrik).
Adapun sebelum Allah menjelaskan kepada kalian larangan tersebut, lalu kalian mengerjakan hal yang dilarang tersebut, maka sesungguhnya kalian tidak divonis tersesat. Sebab adanya ketaatan dan kemaksiatan adalah dari adanya sesuatu yang diperintahkan dan sesuatu yang dilarang. Adapun orang yang belum diperintahkan dan belum dilarang, maka ia tidak bisa disebut orang yang taat atau orang yang bermaksiat atas perkara yang belum diperintahkan kepadanya dan perkara yang belum dilarang darinya yaitu memintakan ampun untuk orang-orang musyrik sebelum Allah menjelaskan larangan tersebut kepada kalian.
Hal ini juga berlaku atas semua perkara kalian lainnya dan perkara para hamba Allah dan zhahir-zhahirnya. Allah menjelaskan kepada kalian kesantunan-Nya atas hal tersebut, sehingga Allah menghilangkan perasaan bersalah dari hati kalian.” (Jami’ul Bayan fi Ta’wil Ayyil Qur’an, 14/536-537 karya imam Ath-Thabari)
Imam Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi berkata:
“Allah tidak akan menimpakan kesesatan dalam hati mereka setelah mereka mendapat petunjuk, sampai Allah menjelaskan kepada mereka apa yang wajib mereka jauhi, lalu mereka tidak mau menjauhi hal yang wajib dijauhi tersebut. Pada saat itulah mereka layak disesatkan oleh Allah.” (Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an, 8/277 karya imam Al-Qurthubi)
Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi berkata: “Allah Ta’ala berfirman mengabarkan tentang diri-Nya yang mulia dan hukum-Nya yang adil bahwa Dia tidak akan menyesatkan suatu kaum setelah penyampaian risalah kepada mereka sampai tegak hujjah atas diri mereka, sebagaimana firman-Nya:
وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى
Dan adapun Kaum Tsamud, maka Kami telah memberi mereka petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk. (QS. Fushilat [41]: 17)
Tentang firman Allah: Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.
Imam Mujahid berkata: “Ini adalah penjelasan Allah kepada orang-orang mukmin secara khusus tentang perkara tidak bolehnya memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, dan secara umum penjelasan Allah kepada orang-orang mukmin tentang ketaatan kepada-Nya dan kemaksiatan kepada-Nya. Maka kerjakanlah ketaatan dan tinggalkanlah kemaksiatan.”
Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata: “Allah Ta’ala berfirman: Dan Allah tidak akan memvonis kalian tersesat, karena kalian memintakan ampunan untuk orang-orang musyrik yang telah mati, setelah Allah memberi rizki berupa petunjuk kepada kalian dan memberi taufik kepada kalian untuk beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya, sampai Allah memberikan penjelasan tentang larangan tersebut kepada kalian, lalu kalian tidak mau berhenti (memintakan ampunan untuk orang-orang musyrik).
Adapun sebelum Allah menjelaskan kepada kalian larangan tersebut, lalu kalian mengerjakan hal yang dilarang tersebut, maka sesungguhnya kalian tidak divonis tersesat. Sebab adanya ketaatan dan kemaksiatan adalah dari adanya sesuatu yang diperintahkan dan sesuatu yang dilarang. Adapun orang yang belum datang kepadanya perintah dan larangan, maka ia tidak bisa disebut orang yang taat atau orang yang bermaksiat. (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 4/227 karya imam Ibnu Katsir)
Imam Abdullah bin Ahmad An-Nasafi berkata:
“Maksudnya hal-hal yang Allah perintahkan untuk dijauhi dan dihindari seperti memintakan ampun bagi kaum musyrikin dan hal lainnya yang dilarang dan yang Allah jelaskan bahwa hal itu adalah terlarang, maka Allah tidak menghukum hamba-hamba-Nya yang telah diberinya petunjuk kepada Islam dan Allah tidak membiarkan mereka tersesat kecuali jika mereka mengerjakan hal yang dilarang tersebut setelah ada penjelasan akan pelarangannya dan mereka mengetahui bahwa hal tersebut wajib dijauhi.
Adapun sebelum adanya ilmu dan penjelasan, maka tidak dihukum. Ini adalah penjelasan bagi orang yang beralasan takut akan adanya hukuman karena memintakan ampun bagi kaum musyrikin. Adapun makna firman Allah apa yang mereka takutkan adalah apa yang wajib dijauhi karena adanya larangan. (Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta’wil, 1/714 karya imam An-Nasafi)
Imam Hasan bin Muhammad An-Naisaburi berkata:
“Firman Allah Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, maksudnya dari jalan surga atau Allah memvonis mereka sesat atau Allah membiarkan mereka tersesat atau Allah menimpakan kesesatan ke dalam hati mereka, ketika mereka melakukan sebuah perbuatan yang membuat mereka berhak dihukum.
Firman Allah sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi, maksudnya sampai Allah menjelaskan kepada mereka perkara yang wajib mereka waspadai (jauhi).
Kesimpulannya, Allah tidak akan menyebut sebuah kaum sebagai orang-orang sesat setelah Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang mendapatkan petunjuk, selama mereka tidak melakukan sebuah perbuatan yang telah jelas bagi mereka pelarangan atas perbuatan tersebut. Adapun sebelum sampainya ilmu dan kejelasan atas mereka, maka mereka tidak akan dihukum karenanya sebagaimana meminum khamr dan memakan riba tidak akan dihukum sebelum keduanya diharamkan.”(Gharaibul Qur’an wa Raghaibul Furqan, 3/539 karya imam An-Naisaburi)
Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Tatkala turun ayat di atas tentang larangan memintakan ampun bagi kaum musyrikin, sekelompok orang yang memintakan ampun tersebut takut akan adanya hukuman karena mereka memintakan ampunan (untuk orang-orang musyrik) itu, maka Allah menurunkan firman-Nya:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka….”
Maksudnya bahwa Allah tidak menimpakan kesesatan pada suatu kaum, dan Allah tidak menamai mereka orang-orang sesat setelah Allah memberi mereka petunjuk kepada Islam dan petunjuk untuk melaksanakan syariat-Nya, selama mereka tidak mengerjakan sesuatu dari hal-hal yang diharamkan setelah menjadi jelas bagi mereka bahwa sesuatu hal tersebut adalah perkara yang haram. Adapun sebelum mereka mengetahui bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dilarang, maka tidak ada dosa atas mereka dan mereka tidak dihukum karena perbuatan tersebut.
Adapun makna ayat: sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi adalah sampai menjadi jelas bagi mereka apa yang wajib dijauhi berupa larangan-larangan syariat. (Fathul Qadir, 2/469 karya imam Asy-Syaukani)
Imam Abu Sa’ud Muhammad bin Muhammad Al-Imadi mengatakan:
Firman Allah: Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, maksudnya adalah bukan merupakan kebiasaan Allah mensifati mereka dengan kesesatan dari jalan kebenaran dan memberlakukan atas mereka hukum-hukum-Nya (atas orang yang sesat)
Firman Allah: sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka, maksudnya sesudah Allah menunjukkan mereka kepada Islam
Firman Allah: sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka, maksudnya dengan wahyu baik secara terang-terangan (tersurat) maupun secara penunjukan (tersirat)
Firman Allah: apa yang harus mereka jauhi, maksudnya apa yang harus dijauhi berupa hal-hal yang diharamkan oleh dien Islam lalu mereka tidak mau berhenti dari melakukan hal yang diharamkan tersebut. Adapun sebelum itu (sebelum diberi penjelasan tentang hal yang harus dijauhi), maka perbuatan yang dilakukan oleh mereka tidak disebut kesesatan dan mereka tidak dihukum atasnya.” (Irsyadul Aqlis Salim Ila Mazayal Kitab Al-Karim, 4/108 karya imam Abu Sa’ud Al-Imadi)
Imam Nashr bin Muhammad As-Samarqandi berkata:
“Dikatakan (oleh sebagian ulama, pent) bahwa maknanya adalah Allah tidak akan membinasakan sebuah kaum di dunia sampai Allah menegakkan hujah atas mereka. Dikatakan juga (oleh sebagian ulama, pent) bahwa maknanya adalah Allah tidak akan mengazab mereka di akhirat sampai Allah menjelaskan kepada mereka apa yang wajib mereka jauhi.
Dikatakan juga (oleh sebagian ulama, pent) bahwa maknanya adalah Allah tidak akan membiarkan mereka begitu saja tanpa adanya penjelasan setelah Allah memuliakan mereka dengan keimanan, sampai Allah menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perlu untuk menjauhinya.
Dikatakan juga (oleh sebagian ulama, pent) bahwa maknanya adalah Allah tidak akan mencabut keimanan dari mereka setelah Allah member petunjuk mereka untuk beriman, sampai Allah menjelaskan kepada mereka hal-hal yang harus dijauhi dan hal-hal yang harus dikerjakan. Jika mereka meninggalkannya (penjelasan Allah tersebut, pent) dan tidak menganggapnya sebagai kebenaran, maka Allah akan mengazab mereka dan Allah mencabut pengetahuan dari mereka.” (Bahrul Ulum, 2/92 karya imam Abu Laits As-Samarqandi)
Ayat yang mulia ini dan penjelasan para ulama tafsir ini sangat jelas menunjukkan bahwa seorang yang secara sah dan yakin telah menjadi muslim dan mukmin, tidaklah akan divonis sesat (kafir, musyrik, murtad) sampai ia melakukan hal yang dilarang oleh Allah atas dasar kejelasan dan pengetahuan (karena telah sampai hujah kepadanya), bukan atas dasar kebodohan dan belum sampainya hujah kepadanya. Wallahu a’lam bish-shawab.
[3] Firman Allah Ta’ala:
( وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلَا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا فَنَتَّبِعَ آَيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَى )
Dan sekiranya Kami membinasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al-Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: “Ya Rabb kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?” (QS. Thaha [20]: 134)
Imam Muhammad bin Jarir Ath-Thabari berkata:
“Allah Ta’ala berfirman: Seandainya Kami membinasakan orang-orang musyrik yang mendustakan Al-Qur’an ini sebelum Kami menurunkan Al-Qur’an kepada mereka, dan sebelum Kami mengutus seorang penyeru yang mengajak mereka kepada apa (kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan) yang menyebabkan Kami mengazab mereka karena kekafiran mereka kepada Allah, niscaya pada hari kiamat saat mereka menghadap Kami dan Kami akan mengazab mereka, mereka akan mengatakan: Wahai Rabb kami, kenapa Engkau tidak mengutus kepada kami seorang rasul yang mengajak kami untuk menaatimu, sehingga kami bisa mengikuti hujjah-Mu, dalil-dalil dari-Mu dan perintah-perintah serta larangan-larangan yang Engkau turunkan kepada rasulmu itu, sebelum kami menjadi rendah karena adzab-Mu kepada kami dan sebelum kami menjadi hina?” (Jami’ul Bayan fi Ta’wil Ayyil Qur’an, 18/407, karya imam Ath-Thabari)
Imam Abdul Haq bin Ghalib bin Athiyah Al-Andalusi berkata:
“Allah Ta’ala memberitahukan kepada Nabi-Nya bahwasanya seandainya Allah menghancurkan umat yang kafir ini sebelum Allah mengutus kepada mereka Muhammad SAW, tentulah mereka memiliki alasan dengan mengatakan: “Ya Rabb kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah.”(Al-Muharrar Al-Wajiz fi Tafsiril Kitab Al-Aziz, 4/71 karya imam Ibnu Athiyah Al-Andalusi)
Imam Husain bin Mas’ud Al-Baghawi berkata:
Firman Allah ‘Dan sekiranya Kami membinasakan mereka dengan suatu azab sebelum itu, yaitu sebelum diutusnya para rasul dan diturunkannya Al-Qur’an, niscaya mereka akan mengatakan: Wahai Rabb kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, yang mengajak kami untuk mengimani pernjumpaan dengan hari kiamat, sehingga kami bisa mengikuti ayat-ayat-Mu sebelum kami menjadi hina dengan turunnya azab, kehinaan, kerendahan, dan kenistaan. (Ma’alimut Tanzil, 3/282 karya imam Al-Baghawi)
Imam Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi berkata:
Firman Allah Dan sekiranya Kami membinasakan mereka dengan suatu azab sebelum itu, maksudnya adalah sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam dan diturunkannya Al-Qur’an.
Firman Allah, niscaya mereka mengatakan, maksudnya pada hari kiamat
Firman Allah, “Ya Rabb kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, maksudnya adalah kenapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami? Maka kami dapat mengikuti ayat-ayat-Mu sebelum kami menjadi hina dan rendah. (Al-Jami’ li-Ahkam Al-Qur’an, 11/264 karya imam Al-Qurthubi)
Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi berkata:
“Seandainya Kami menghancurkan orang-orang yang mendustakan tersebut sebelum Kami mengutus kepada mereka rasul yang mulia ini dan Kami menurunkan kepada mereka kitab suci yang agung ini, tentulah mereka akan mengatakan Wahai Rabb kami….yaitu sebelum Engkau menghancurkan kami, sehingga kami bisa beriman kepadanya dan mengikutinya? Sebagaimana firman-Nya “lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?”
Allah menerangkan bahwa orang-orang yang mendustakan tersebut adalah orang-orang yang membantah (ngeyel), menentang dan tidak beriman. Allah berfirman:
{وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
“Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Rabbmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.” (QS. Yunus [10]: 96-97)
Sebagaimana firman Allah:
{وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ * أَنْ تَقُولُوا إِنَّمَا أُنزلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ أَوْ تَقُولُوا لَوْ أَنَّا أُنزلَ عَلَيْنَا الْكِتَابُ لَكُنَّا أَهْدَى مِنْهُمْ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَّبَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَصَدَفَ عَنْهَا سَنَجْزِي الَّذِينَ يَصْدِفُونَ عَنْ آيَاتِنَا سُوءَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يَصْدِفُونَ}
Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat,
(Kami turunkan Al-Qur’an itu) agar kamu (tidak) mengatakan: Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.”
Atau agar kamu (tidak) mengatakan: “Sesungguhnya jika kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka.” Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Rabbmu, petunjuk dan rahmat. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling. (QS. Al-An’am [6]: 155-157)
Dan firman-Nya:
{وَأَقْسَمُوا بِاللهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَهُمْ نَذِيرٌ لَيَكُونُنَّ أَهْدَى مِنْ إِحْدَى الأمَمِ فَلَمَّا جَاءَهُمْ نَذِيرٌ مَا زَادَهُمْ إِلا نُفُورًا}
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah kepada mereka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran). (QS. Fathir [35]: 42)
Dan firman-Nya:
{وَأَقْسَمُوا بِاللهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا قُلْ إِنَّمَا الآيَاتُ عِنْدَ اللهِ وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ}
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: “Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah.” Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman.
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (QS. Al-An’am [6]: 109-110) (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 5/329 karya imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi)
Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
Firman Allah ‘Dan sekiranya Kami membinasakan mereka dengan suatu azab sebelum itu, maksudnya adalah sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW, atau sebelum datangnya penjelasan dengan turunnya Al-Qur’an.
Firman Allah tentulah mereka berkata, maksudnya adalah pada hari kiamat.
Firman Allah “Ya Rabb kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, sebelum kami menjadi hina, maksudnya adalah kalaulah sekiranya Engkau mengutus seorang rasul kepada kami di dunia.
Firman Allah lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau, maksudnya adalah mengikuti ayat-ayat yang dibawa oleh para rasul.
Firman Allah sebelum kami menjadi hina, maksudnya adalah dengan azab di dunia.
Firman Allah dan rendah, maksudnya adalah dengan masuk ke dalam neraka. Ada sebagian (ulama qiraat) yang membaca:
( نُذَلَّ وَنُخْزَى )
“Dihinakan dan direndahkan.” Dengan bentuk majhul atau maf’ul.
Sungguh Allah telah mematahkan alasan orang-orang kafir dengan pengutusan para rasul sebelum mereka dibinasakan. Oleh karena itu Allah menceritakan perihal mereka bahwa mereka akan mengatakan:
( قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ )
Mereka menjawab: “Benar ada. Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakannya dan kami katakana kepadanya: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun. Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” (QS. Al-Mulk [57]: 9) (Fathul Qadir, 3/395)
Imam Jamaluddin Al-Qasimi rahimahullah berkata:
“Firman Allah Dan sekiranya Kami membinasakan mereka dengan suatu azab sebelum itu, maksudnya adalah sebelum datangnya penjelasan atau datangnya Nabi Muhammad SAW. Firman Allah tentulah mereka berkata: “Ya Rabb kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina, maksudnya adalah azab dunia.
Firman Allah dan rendah, maksudnya adalah azab akhirat. Maksud ayat ini adalah akan tetapi Allah tidak mungkin membinasakan mereka sebelum adanya para rasul. Maka saat (rasul telah diutus) itulah tidak diterima lagi alasan mereka, sebab ketika itu mereka akan berkata:
( قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللهُ مِنْ شَيْءٍ )
Mereka menjawab: “Benar ada. Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakannya dan kami katakana kepadanya: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun. Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” (QS. Al-Mulk [57]: 9) (Mahasinut Ta’wil, 11/135)
Bersambung, insya Allah…
(muhib almajdi/arrahmah.com)