(Arrahmah.id) – Dalam perspektif Kitab Suci Al-Qur’an, terdapat 2 tipe pemimpin. Pertama, pemimpin yang membangun masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan petunjuk Allah SWT.
وَ جَعَلْنَا مِنْهُمْ اَئِمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَ مْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْا ۗ وَكَا نُوْا بِاٰ يٰتِنَا يُوْقِنُوْنَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah [32] : 24)
Kedua, pemimpin zalim yang mengajak rakyatnya masuk neraka.
وَجَعَلْنٰهُمْ اَئِمَّةً يَّدْعُوْنَ اِلَى النَّا رِ ۚ وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ لَا يُنْصَرُوْنَ
“Dan Kami jadikan mereka para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka dan pada hari Kiamat mereka tidak akan ditolong.” (QS. Al-Qashas [28] : 41)
Konsekuensi memilih pemimpin yang salah berakibat fatal, celaka dunia-akhirat. Allah SWT berfirman:
اِذْ تَبَرَّاَ الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا وَرَاَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْاَسْبَابُ
“Wahai manusia, ingatlah pada hari kiamat kelak, ketika para pemimpin kalian menyaksikan adzab, mereka berlepas diri dari para pengikutnya. Semua bentuk ikatan yang mereka buat di dunia terputus.” (QS Al-Baqarah [2] : 166)
وَقَالَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا لَوْ اَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّاَ مِنْهُمْ ۗ كَمَا تَبَرَّءُوْا مِنَّا ۗ كَذٰلِكَ يُرِيْهِمُ اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْ حَسَرٰتٍ عَلَيْهِمْ ۗ وَمَا هُمْ بِخَارِجِيْنَ مِنَ النَّارِ
“Para pengikut pemimpin kafir berkata: “Sekiranya kami dapat hidup kembali ke dunia, pasti kami akan meninggalkan para pemimpin kami itu seperti mereka sekarang meninggalkan kami.” Begitulah, pada hari kiamat kelak, Allah akan memperlihatkan kepada kaum kafir kerugian usaha mereka. Mereka sama sekali tidak akan dapat melarikan diri dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah [2] : 167)
Pemimpin Ruwaibidhah
Para pemimpin negara Indonesia, sejak kemedekaan hingga berpuluh-puluh tahun kemudian masih setia menjalankan sistem demokrasi dengan berbagai embel-embelnya. Di era orde lama, masa kepemimpinan Soekarno, menggunakan sistem demokrasi terpimpin (1959-1966). Di era orde baru, selama 32 tahun kepemimpin Soeharto, menggunakan sistem demokrasi Pancasila (1967-1998).
Pada era orde reformasi, khususnya dua periode kekuasaan Jokowi, menggunakan -kata sebagian orang- sistem demokrasi embelgedes alias demokrasi akal bulus. Dalam sistem demokrasi embelgedes, tokoh atau figur pemimpin yang memiliki integritas, kredibilitas, kapabilitas, sulit memenangkan Pilpres, bila isi tasnya kosong.
Terbukti kemudian, Pemilu 2024, hanya bisa melahirkan Presiden Pilihan KPU, yang proses kelahirannya bermasalah, penuh intrik, cacat moral dan nir etika. Presidennya, adalah pecatan TNI. Menurut Majalah Tempo, lahir dari produk gagal demokrasi, disebabkan kasus pelanggaran HAM terkait antara lain penculikan aktivis ’98. Sedangkan Wapresnya, lahir sebagai anak haram konstitusi, karena perselingkuhan Presiden dan Ketua MK, masing-masing ayah dan pamannya, padahal secara konstitusional tidak memenuhi syarat usia di bawah 40 tahun.
Dari rahim demokrasi akal bulus, akhirnya memunculkan kepemimpinan ruwaibidhah. Yaitu, pemimpin bodoh yang tidak kompeten, namun ikut campur dalam urusan negara dan rakyat banyak.
Ciri-ciri pemimpin ruwaibidhah telah di nubuwahkan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya:
إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya. Ketika itu para pendusta dipercaya sedangkan orang jujur dianggap dusta. Pengkhianat diberi amanah sedangkan orang yang amanat dituduh khianat. Dan pada saat itu, para Ruwaibidhah mulai angkat bicara. Ada yang bertanya, ‘Siapa itu Ruwaibidhah?’ Nabi menjawab, “Orang dungu yang berbicara tentang urusan publik.” (HR. Ahmad)
Kini, di tengah badai protes dan gugatan pemilu curang, dengan segala kezaliman TSM-nya, proses Pilpres RI 2024 telah dilalui. Kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan, tinggal menjalani takdir Ilahi, kemana orientasi politik dan ideologi para pemimpinnya. Apakah mengikuti petunjuk Allah SWT yang telah memberikan nikmat kememerdekaan, seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945? Sepertinya mustahil, bila melihat track rekord keduanya.
Kemungkinannya, mengikuti oligarki berkiblat ke Cina komunis, atau menjadi proxy war zionis Yahudi? Kedua opsi ini sangat berbahaya bagi eksistensi NKRI yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ini.
Lalu, bagaimanakah nasib bangsa Indonesia 5 tahun ke depan. Apakah Allah SWT ridha ataukah murka?
Tersebutlah, sebuah kisah ibrah dalam Kitab Al-Uqubat, karya Ibnu Abi Ad-Dunya. Dari Qatadah, bahwasanya dulu Nabi Musa ‘alaihis salam pernah bertanya pada Tuhannya.
“Wahai Rabb ku, Engkau ada di langit, sementara kami ada di bumi. Maka berikan kami tanda dengan apa Engkau murka? Dan bagaimana Engkau ridha?”
Allah SWT menjawab: “Jika orang-orang terbaik di antara kamu yang memimpin kalian, itu lah tanda bahwa Aku ridha. Namun jika orang-orang terburuk yang memimpin kalian, itulah tanda Aku murka.”
Wallahu A’lam bish shawab
Yogyakarta, 14 Ramadhan 1445 H/24/03/2024
IRFAN S. AWWAS