(Arrahmah.id) – Selamanya Indonesia akan jadi negara gagal, apabila dipimpin oleh Presiden yang tidak kompeten, ingkar janji, dan mengkhianati sumpahnya. Bahkan terancam dilaknat oleh Allah SWT.
Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa tidak menepati janji seorang Muslim, niscaya ia mendapat laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya taubat dan tebusan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Amirul Mukminin Umar bin Khathab adalah Khalifah yang berhasil membangun dan meletakkan dasar-dasar ekonomi yang kokoh berbasis iman dan tauhid kepada Allah. Umar sangat terkenal dengan pengawasan melekat terhadap rakyatnya, dan ketegasannya terhadap orang-orang yang melakukan penyimpangan, khususnya apabila pelaku penyimpangan itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap kepentingan publik, seperti kepala daerah, hakim, polisi, dan pemungut zakat.
Umar bin Khathab percaya, bahwa kerusakan sistem pemerintahan dan dikuasainya berbagai urusan oleh orang-orang rakus, fasik alias durhaka merupakan sebab kehancuran pilar-pilar negara.
“Suatu negeri akan hancur meskipun makmur,” katanya. Ada yang bertanya, “Bagaimana suatu negeri akan hancur sedangkan dia makmur?” “Jika para pengkhianat menjadi petinggi negara, ekonomi dan keuangan negara dikuasai oleh orang-orang fasik (durhaka),” tegas Umar bin Khathab.
Sumpah Presiden
Dosa politik terbesar yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap bangsa Indonesia, adalah mengkhianati janji konstitusi dan mengingkari sumpahnya pada Allah SWT.
Ketika dilantik menjadi Presiden/Wapres periode 2019-2024, Jokowi dan Ma’ruf Amin, membacakan sumpah dan janji sesuai agamanya, sebagaimana tertulis dalam UUD 1945 hasil amandemen:
“Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah, akan memenuhi kewajiban Presiden RI dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar, dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturan dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”
Sumpah jabatan adalah janji yang harus ditaati. Faktanya, Kondisi Indonesia kini semakin rusak karena ulah penguasa yang semakin korup dan zalim.
Atas nama politik, presiden membangun dinasti kekuasaan dengan cara KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
Atas nama politik, presiden merendahkan etika politik dengan mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK) demi meloloskan putra presiden sebagai cawapres, sekalipun tidak memenuhi syarat intelektual dan usia di bawah 40 tahun.
Atas nama politik, presiden melakukan kecurangan Pemilu secara Terstruktur, Sistemik, Masif (TSM) dengan mengintervensi dan bersekongkol dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kenyataan ini, jelas melanggar TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif; serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis.
Ketika penguasa negara ingkar janji secara sengaja, maka negara dirugikan dan rakyat disengsarakan. Syariat Islam penyelamat negara dan rakyat, maka Al-Qur’an memerintahkan supaya memenuhi janji.
وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ
“Wahai manusia, sempurnakanlah janji kalian kepada Allah jika kalian berjanji. Janganlah kalian melanggar sumpah setelah dinyatakan, karena kalian telah menjadikan Allah sebagai saksi atas sumpah-sumpah kalian. Sungguh Allah mengetahui apa saja yang kalian lakukan.” (QS. An-Nahl [16] : 91)
Ingkar janji, sejatinya adalah karakter setan-iblis untuk mengelabui manusia.
يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيْهِمْۗ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطٰنُ اِلَّا غُرُوْرًا
“Setan memberi janji kepada para pengikutnya dan melambungkan angan-angan kosong mereka. Janji-janji setan kepada manusia, semuanya palsu.” (QS. An-Nisa’ [4] : 120)
Para politisi, parpol, aparat keamanan, pejabat ASN, ormas, tokoh agama, dan rakyat, yang merasa diuntungkan oleh pengkhiatan penguasa pada sumpah dan janji konstitusi, janganlah bersikap buta tuli terhadap tipu daya setan. Seperti anjing yang mulutnya dikasih daging, akan menggonggong sesuai keinginan tuannya.
Anggota DPR, dengarlah suara rakyat. Berhentilah jadi setan bisu, seperti ungkapan yang mengeluhkan gedung DPR RI hanya dihuni politisi busuk:
“Kalau mau kritis jangan nyolong. Kalau ikut nyolong jangan omon-omon. Jadilah follower saja,” ungkapan seorang anggota DPR.
Momentumnya kini, untuk berani bersuara, bersama rakyat mengoreksi penguasa melalui hak angket, tanpa takut “politik sandera” kasus. Alih-alih sebagai penebusan dosa.
Rakyat Menggugat
Gelombang protes terhadap pengkhianatan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin mengguncang negeri khatulistiwa ini. Tokoh militer purnawirawan, baik TNI/Polri, akademisi, tokoh agama, pegiat media sosial, tokoh perempuan, budayawan, guru besar, mahasiswa. Mereka menggugat kecurangan pemilu dan menuntut Jokowi mundur atau dimundurkan dari kekuasaannya. Mereka melakukan demo sebagai wujud kekecewaan terhadap Pemilu 2024.
Rakyat menganggap Pemilu 2024 sebagai pemilu paling buruk dan brutal sepanjang sejarah pemilu/pilpres di Indonesia. Semuanya menuntut ditegakkannya keadilan, tolak pemilu curang, dan makzulkan Jokowi.
Rakyat Indonesia tumpah ruah ke jalan, mengepung gedung DPR dan KPU, meluapkan kekecewaannya atas kecurangan pemilu 2024. Sebelum KPU mengumumkan hasil Pemilu, 20 Maret 2024, rakyat akan bergerak, menyampaikan aspirasi. Ada aksi Rakyat Berdaulat Menggugat Pemilu Curang dipimpin Prof. Dr. Din Syamsuddin. Ada juga aliansi gabungan mahasiswa, pemuda, pelajar.
Menyoroti kondisi Indonesia yang kian jauh dari cita-cita kemerdekaan, Amir Majelis Mujahidin Al-Ustadz Muhammad Thalib mengingatkan tentang bahayanya presiden yang ingkar janji dan mengkhianati sumpahnya bagi rakyat dan negara.
Pada Kongres Mujahidin ke enam, 7 Agustus 2023 di Yogyakarta, beliau menyerukan pada rakyat Indonesia.
“Kewajiban rakyat Indonesia adalah menuntut pemerintah, khususnya Presiden dan Wakil Presiden, supaya memenuhi janjinya kepada Allah SWT,” ujarnya.
“Ketika memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia yang diwakili oleh Bung Karno dan Bung Hatta, mereka juga berjanji dan bersumpah dengan nama Allah, untuk memimpin Indonesia ke jalan yang benar dan diridhai-Nya. Yaitu berlaku adil, mengikuti jalan lurus, dan berbakti pada nusa dan bangsa,” papar Ustadz Muhammad Thalib.
“Itulah janji proklamasi yang tidak dipenuhi oleh pemimpin negara RI, hingga hari ini. Dan inilah pengkhianatan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam tingkat kepresidenan terhadap janjinya kepada Allah SWT,” tegasnya.
Oleh karena itu, “Kita menyeru seluruh rakyat Indonesia termasuk pemerintah, supaya memenuhi janjinya kepada Allah untuk melaksanakan syariat Islam sebagai hukum negara, bukan hanya menjadi agama rakyat, tetapi menjadi hukum negara.”
Mengapa kita menuntut janji ini dipenuhi? Karena janji kepada Allah bila tidak dipenuhi, Indonesia akan jadi negara gagal, dan ini sudah terbukti kebangkrutan ekonomi rakyat Indonesia menjadi rakyat yang paling miskin di seluruh wilayah Asia Tenggara.
Malaysia bisa kaya, Singapura bisa kaya, Filipina bisa kaya, Brunei bisa kaya, tetapi Indonesia menjadi budak dan buruhnya negara-negara tersebut. Padahal negara-negara tersebut lebih kecil wilayah dan penduduknya, dan lebih miskin sumber daya alamnya.
Hingga kini, Indonesia masih mengirim TKW/TKI, cari makan ke negeri tetangga. Bahkan sejumlah mahasiswa Indonesia di Singapura pindah kewarganegaraan untuk mendapatkan lapangan kerja yang lebih bagus. Negara Indonesia belum memenuhi syarat jadi negeri yang diberkahi Allah, gegara penguasa dan kroninya mengingkari janji konstitusi dan berkhianat pada sumpahnya.
Allah SWT berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Sekiranya penduduk negeri itu mau beriman dan taat kepada Allah, niscaya Kami akan bukakan pintu-pintu berkah kepada mereka dari langit dan dari bumi. Akan tetapi karena penduduk negeri-negeri itu mendustakan agama Kami, maka Kami timpakan adzab kepada mereka akibat dari dosa-dosa mereka.” (QS. Al-A’raf (7) : 96)
Yogyakarta, 7 Ramadhan 1445 H/17/03/2024
IRFAN S. AWWAS