(Arrahmah.id) – Bencana kemanusiaan di Palestina, akibat kebiadaban tentara Zionis dan sekutunya, sungguh memilukan. Bagi para Mujahid Islam, para pejuang kemerdekaan Palestina, derita ini merupakan ujian kesabaran dan keberanian, keikhlasan dan cinta.
“Sungguh, besarnya pahala bersamaan dengan besarnya ujian. Apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang rela, maka baginya ridha-Nya, dan barang siapa yang benci, maka ia akan mendapatkan kebencian-Nya,” (HR. At Tirmidzi).
Sejatinya Allah SWT memberikan ujian kepada manusia untuk melihat seberapa besar kemampuan manusia dalam menjalani dan melewati ujian tersebut.
Allah SWT berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتّٰى نَعْلَمَ الْمُجٰهِدِيْنَ مِنْكُمْ وَالصّٰبِرِيْنَۙ وَنَبْلُوَا۟ اَخْبَارَكُمْ
“Wahai orang-orang beriman, Kami akan menguji kalian, sehingga dapat Kami buktikan siapa di antara kalian yang mau berjihad dan bersabar menghadapi musuh Allah. Kami akan menampakkan keadaan yang sebenarnya dari kalian semua.” (QS Muhammad (47) : 31)
Ayat ini mengajarkan, bahwa Allah SWT pasti akan menguji orang-orang beriman, suka atau tidak suka, dengan perang dan jihad. Karena Allah SWT hendak membedakan siapa ahli jihad dan sabar di antara hamba-Nya dalam memerangi musuh-musuh Allah. Apabila antara ucapan dan perbuatan seiring sehaluan, niscaya akan terlihat siapa yang jujur dan siapa yang dusta di antara manusia.
Dari medan jihad Palestina, kala memasuki awal bulan Ramadhan 1445 H ini, tersiar kabar, testimoni seorang ibu yang tidak bisa melakukan persiapan apa pun untuk menyambut bulan Ramadhan.
“Kami telah berpuasa selama lima bulan,” kata ibu dari lima anak, yang biasanya memenuhi rumahnya dengan dekorasi dan mengisi lemari esnya dengan perbekalan untuk buka puasa.
“Tidak ada makanan, kami hanya punya makanan kaleng dan nasi, sebagian besar makanan dijual dengan harga yang sangat mahal,” katanya melalui aplikasi chat dari Rafah, tempat dia mengungsi bersama keluarganya.
Terbayang, kesedihan ribuan ibu-ibu yang tinggal di dalam tenda pengungsian, yang setiap saat terancam dibom tentara Zionis laknatullah.
Dalam kondisi serba terbatas, keteguhan iman para Mujahidin Palestina benar-benar diuji. Mereka berlindung di dalam terowongan yang sempit, dengan keterbatasan makanan.
Dikabarkan, para Mujahidin ini ada yang makan sebiji korma yang dibelah dua. Sebagian dimakan hari ini dan sebagian dimakan untuk esok hari.
Saksikanlah, keimanan mereka yang telah menyerahkan jiwa raganya untuk membela agama Allah. Mereka bersabar dengan ujian yang diberikan Allah SWT.
Tragedi ini mengingatkan kita pada peristiwa yang menimpa pasukan perang sahabat Nabi SAW dalam Perang Tabuk, yang terjadi pada bulan Rajab tahun ke 9 Hjriyah. Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat berangkat perang setelah Beliau mendapat informasi bahwa Romawi di bawah pimpinan Heraklius telah menyiapkan pasukan besar untuk menyerang umat Islam.
Perang Tabuk masyhur dengan sebutan Yaumul ‘Usrah hari yang penuh kesulitan. Selain lawan yang akan dihadapi sangat kuat, jarak tempuh dari Madinah ke Tabuk sangat jauh, juga perang ini berlangsung di musim panas. Sehingga ada di antara kaum Muslimin yang enggan ikut berperang.
Perang Tabuk sungguh fenomenal. Di tengah ancaman musuh, dengan kondisi demografi dan ekonomi yang sulit, ditambah lagi provokasi kaum munafik yang ingin melemahkan semangat juang para Mujahid fi sabilillah ini. Semua ini menambah beban di atas beban yang sudah ada.
Allah SWT menceritakan provokasi kaum munafik pada orang-orang yang “mangkir” dari jihad.
فَرِحَ الْمُخَلَّفُوْنَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلٰفَ رَسُوْلِ اللّٰهِ وَكَرِهُوْٓا اَنْ يُّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَقَالُوْا لَا تَنْفِرُوْا فِى الْحَرِّۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ اَشَدُّ حَرًّاۗ لَوْ كَانُوْا يَفْقَهُوْنَ
“Kaum munafik yang tidak mau turut berperang guna membela Islam merasa senang. Mereka tidak menyukai jihad dengan harta dan jiwa mereka guna membela Islam. Kaum munafik berkata kepada kaum mukmin: “Janganlah kalian pergi berperang saat hawa panas.” Wahai Muhammad, katakanlah kepada mereka: “Api Jahanam lebih panas jika kalian mau menyadari.” (QS At-Taubah (9) : 81)
Situasi sulit yang menyelimuti perang ini juga disebabkan karena kurangnya perbekalan dan kendaraan, serta minimnya persenjataan. Imam Muslim dalam kitab shahihnya, meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah ra. yang menceritakan berbagai kesulitan dan kekurangan yang dialami kaum Muslimin dalam perjalanan mereka. Mereka bertahan hidup hanya dengan satu kurma, lalu meminum air setiap kali mereka menghisap kurma tersebut tanpa memakannya.
Kisah perang Tabuk sudah sering kita baca, tapi pernahkah terpikirkan kesulitan yang sama akan terjadi di zaman modern ini? Dan menimpa saudara Muslim di tanah yang diberkahi Palestina.
Militansi Iman
Tragedi Yaumul ‘Usrah, kini sedang berlangsung di negeri kiblat pertama umat Islam. Disaksikan seluruh dunia, tapi diabaikan oleh manusia yang mendewakan demokrasi.
Banyak warga Palestina kelaparan di Jalur Gaza di tengah pengeboman tanpa henti Zionis “Israel”. Pesawat jet tempur terus menjatuhkan bom penghancur.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, 18.205 orang telah tewas dan 49.645 terluka dalam serangan Zionis “Israel” di Gaza dalam kurun waktu dua bulan. Dari total tersebut, ratusan kematian terjadi sejak Amerika Serikat (AS) memveto proposal gencatan senjata Gaza di Dewan Keamanan PBB pada Jumat pekan kemarin.
Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah diusir dari rumah mereka. Sejumlah warga mengaku kesulitan mencari makanan dan juga tempat berlindung di wilayah pesisir yang terkepung tersebut.
Seorang warga Palestina mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dirinya belum makan selama tiga hari dan harus mengemis roti demi anak-anaknya.
“Saya berpura-pura kuat, namun saya takut saya akan tumbang di hadapan anak-anak saya,” ucap seorang warga kepada wartawan perang yang meliput kejadian ini.
Allahu Akbar! Sekalipun penderitaan bertubi-tubi menimpa mereka. Namun militansi para Mujahid tak pernah pudar. Viral di medsos, ketika seorang remaja menggambarkan kesabaran dan militansi pasukan perang Hamas.
“Jika kalian ingin melihat Gaza bertekuk lutut. Lihatlah saat mereka shalat. Sebab mereka tidak akan berlutut selain pada Allah SWT,” katanya lugas.
Perpaduan antara kesabaran dan keberanian, militansi dan keikhlasan dalam membela Islam, merupakan wujud tauhid seorang mukmin.
Suatu hari Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya, “Menurut kalian, keimanan siapa yang paling menakjubkan di antara makhluk Allah?” Para sahabat menjawab, “Para Malaikat!” Rasulullah menyanggah, “Bagaimana mereka tidak beriman, sementara mereka bersama Tuhan mereka?”
Para sahabat menjawab lagi, “Para Nabi!” Rasulullah bersabda, “Bagaimana mereka tidak beriman, sementara wahyu turun kepada mereka?” Para sahabat menjawab lagi, “Kalau begitu keimanan kami!” Rasulullah membantah lagi, “Bagaimana kalian tidak beriman, sementara aku bersama kalian?”
Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan, “Ingatlah, sesungguhnya keimanan makhluk yang paling menakjubkan menurutku adalah keimanan suatu kaum yang muncul setelah kalian, mereka menemukan Al-Qur’an dan percaya dengan apa yang ada di dalamnya.” (HR Abu Ya’la dalam kitab musnadnya dan Imam al-Hakim dalam mustadraknya).
Yogyakarta 2 Ramadhan 1445 H/12/3/2024
IRFAN S. AWWAS