(Arrahmah.id) – Nikmat iman, nikmat hidayah adalah nikmat terbesar yang harus selalu kita khawatirkan kehilangannya. Jika yang hilang adalah iman, maka hendak kemana kita akan mencarinya kembali?
Ikhtiar dan tawakkal itu adalah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan, juz’un laayatajazza.
Ikhtiar itu adalah usaha, karena seorang hamba tidak mungkin duduk-duduk santai kemudian mengatakan: “saya bertawakkal kepada Allah”. Usaha tanpa doa adalah sombong serta sebaliknya doa tanpa usaha adalah omong kosong.
Sesungguhnya langit itu tidak menghujani kamu emas dan perak, karena itu pergilah bekerja, usaha, ikhtiar baru bertawakkal (perkataan Umar bin Khattab). Seorang mukmin harus melakukan keduanya.
Ikhtiar itu amalan badan (jawarih) sedang tawakkal adalah amalan hati.
Secara bahasa definisi tawakkal adalah menyerahkan urusan kepada sesuatu atau orang lain (tafwidh).
Secara istilah:
Imam Ibnu Rojab Al Hambali mengatakan: Tawakkal adalah ketulusan hati yang hanya bergantung kepada Allah dalam hal mendapatkan manfaat dan dalam menolak kemudhorotan baik perkara dunia maupun akhirat. Dan meyakini sepenuh hati bahwa tidak ada yang mampu memberi, mencelakakan, menahan dan lainnya, melainkan Allah subhanahu wata’ala.
Orang mukmin yang keimanan menancap dalam hatinya pasti tidak akan melepaskan tawakkal sebagai bagian dari amalan hatinya.
Abdullah bin Abbas di usia yang sangat belia telah ditanamkan tawakkal kepada Allah oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Al Maidah 23: “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar beriman”.
Ayat ini menyadarkan kita bahwasanya tawakkal adalah salah satu amalan seorang mukmin yang tidak boleh luput setiap harinya.
Dalam hal apa harus bertawakkal?
- Ibadah
Hud 123: “Maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepadanya.”
Kita bertawakkal kepada Allah agar Allah menerima amalan kita.
- Pada saat berdakwah
Para anbiya setelah mendakwahkan tauhid, mengajak manusia menyembah Allah, mereka memasrahkan semua urusan kepada Allah, terdapat dalam firmanNya dalam surat At Taubah 129.
- Dalam urusan rizqi
Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan cukupkan.
- Dalam urusan hukum dan peradilan
Asy Syuro 10: “Allah yang memiliki hak untuk memutuskan perkara.”
- Dalam urusan Jihad
Saat perang badar jumlah kaum muslimin ratusan, jumlah musuh ribuan. Rasulullah berdoa dengan sungguh-sungguh saat itu, menyerahkan semuanya kepada Allah. “Ya Allah jika seandainya yang 300 ini Engkau binasakan, Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi ini”.
- Urusan hijrah dan bepergian
Perintah bertawakkal dalam Sunnah Rasulullah
Rasulullah bersabda: Seandainya kalian betul-betul bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sesungguhnya maka Allah akan memberikan rizqi kepada kalian seperti Allah memberi rizqi kepada burung.
Imam Ibnu Hibban: ikhtiar dan usaha dulu baru bertawakkal.
Ulama berbicara tentang tawakkal
⁃ Said Ibn Jubair: tawakkal adalah kumpulan keimanan
⁃ Ali Ibn Bakkar: cukup ikhtiar sepenuh tenaga kemudian tawakkal sepenuh hati.
⁃ Lukmanul Hakim: wahai anakku, dunia itu laksana laut yang dalam, banyak orang yang tenggelam di dalamnya, maka jika ingin selamat, jadikan perahumu adalah taqwa kepada Allah, yang diisi dengan keimanan kepada Allah, layarnya adalah tawakkal kepada Allah, yang dengannya kamu akan selamat mengarungi dunia.
⁃ Imam Hasan Al Basri: di antara bentuk tawakkal seorang hamba adalah menjadikan Allah yang paling dipercayainya. Percaya saja apa yang ditetapkan Allah kepada kita adalah kebaikan.
Tingkatan tawakkal
- Dia tidak mengadu kepada selain Allah, golongan orang-orang zuhud.
- Ridho, ikhlas. Hatinya menerima, tenang. Golongan orang-orang siddiq, jujur imannya.
- Cinta, menjadikan hatinya selalu cinta terhadap takdir Allah. Ini golongan orang-orang mursalun, para Rasul Allah, kekasih Allah.
Buah tawakkal
- Kelapangan rizqi
- Sebab masuk surga tanpa hisab dan azab
- Menghilangkan rasa pesimis
- Dicintai Allah
- Menghilangkan kesedihan
- Ridho atas apa yang ditakdirkan kepadanya
- Dicukupkan kehidupannya oleh Allah
(haninmazaya/arrahmah.id)
*Disarikan dari kajian yang diisi oleh: Ustadz Abdul Khoir, Lc