JAKARTA (Arrahmah.com) – Penembakan keji terhadap Nurdin Abdullah Seno oleh Densus 88 di Dompu NTB, Sabtu (20/9/2014) masih sangat membekas di jiwa raga kaum Muslimin di manapun berada.
Juru bicara Forum Umat Islam (FUI) Dompu, Ustadz Muhammad Taqiyudin, melalui rilis yang diterima redakasi mendesak untuk dibentuk tim pencari fakta atas kejahatan kemanusiaan ini. Dan berupaya menyeret aparat Densus 88 ke pengadilan.
” Demi tegaknya keadilan Hakiki, maka kami mendesak Komnas HAM, Ormas Islam, PUSHAMI, TPM, Partai Islam dan lain-lain, untuk mengusut kasus penembakan oleh Densus 88 terhadap Nurdin, pada hari sabtu 20 september 2014, dengan membentuk Tim Pencari Fakta(TPF) yang independen dan jujur, agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi yang berkembang di ranah publik. Sebagaimana pernyataan Polri melalui Boy Rafli Amar, bahwa aparat Densus terpaksa melakukan penembakan terhadap Nurdin, karena yang bersangkutan melakukan perlawanan dengan melempar bom kearah petugas, sedangkan kesaksian dari istri korban serta fakta ditempat kejadian, berlawanan dengan pernyataan pihak Polri,” kata Ustadz Taqiyudin.
Aksi keji Densus 88 terhadap umat Islam, tambah dia, dengan membunuh orang yang sedang sujud dihadapan Tuhannya, merupakan aksi yang telah menodai simbol-simbol Islam. “Densus telah melecehkan kehormatan umat Islam, serta mengabaikan supremasi hukum dan hak hidup manusia,” kata ustadz.
Dibiarkannya kedzaliman Densus 88 terhadap umat Islam di negeri ini, maka akan melahirkan aks-aksi represif yang lebih brutal, sadis serta berlebihan.
“Umat Islam harus bangkit, umat harus mendapatkan hak untuk mendapatkan keadilan, umat Islam harus menang dan mempertahankan jati dirinya penganut din yang agung,mulia dan suci,” pungkasnya.
Telah diberitakan Densus 88 Polri menembak mati Nurdin saat sedang shalat Ashar di rumah orang tuanya di Desa O”o, Kecamatan Dompu, Sabtu (20/9/2014). Nurdin merupakan adik almarhum Ustadz Firdaus dari pondok pesantren Umar Bin Khothob. Terjangan timah panas Densus menembus kepala dan lehernya.
“Kami sekeluarga sangat terpukul dan tidak terima dengan cara Densus, karena saat itu aku dan suamiku sedang sholat berjamaah di rumah mertuaku. Kami sholat berdua, dan beliau imamnya, namun beberapa saat kemudian Densus langsung masuk dengan menendang pintu rumah dan langsung menembak suamiku yang sedang sholat, kepala pecah dengan otak berserakan serta bagian leher tembus oleh peluru,” ungkap istri almarhum Nurdin.
Kecaman datang dar berbagai pihak atas tindakan brutal Densus 88. Salah satunya, Wakil Amir Majelis Mujahidin Ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman menyatakan dengan tegas tindakan Densus 88 menembak mati orang yang sedang sholat adalah tindakan “Setan biadab”.
“Apapun alasannya, menembak atau memukul atau menangkap orang yang sedang melakukan ibadah baik dia dari golongan kaum Muslim atau golongan kafir yang melakukan serangkaian ritual agamanya tidak boleh sama sekali dilakukan, melainkan menunggu sampai dia selesai (beribadah-red),” terang Ustadz Abu Jibriel kepada arrahmah.com Senin (22/9/2014) pagi.
Seriring waktu berlalu, puluhan kasus kedzaliman dari aparat berlogo burung hantu ini terhadap umat Islam, hilang terbawa angin dan cenderung semua pihak membiarkan serta membenarkannya. Pertanyaannya di mana Komnas HAM? Apa kabar penegakkan hukum yang selalu disuarakan selama ini? Apakah keadilan itu tidak berlaku bagi umat Islam? Apakah eksekusi mati terhadap aktifis Islam dibenarkan tanpa melalui pembuktian diranah hukum? Hukum mana didunia ini yang membolehkan mengeksekusi nyawa manusia yang sedang sujud kepada Tuhannya? Apakah jiwa umat Islam murah, sehingga gampang dibunuh? (azm/arrahmah.com)