KHARTOUM (Arrahmah.id) – Serangan udara menghantam daerah-daerah di luar ibu kota Sudan, Khartoum, semalam dan pada Sabtu pagi, ketika pertempuran yang telah menjebak warga sipil dalam krisis kemanusiaan dan membuat lebih dari satu juta orang mengungsi memasuki pekan keenam.
Pertempuran antara tentara Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter telah menyebabkan runtuhnya hukum dan ketertiban dengan penjarahan di mana kedua belah pihak saling menyalahkan satu sama lain. Persediaan makanan, uang tunai, dan barang-barang kebutuhan pokok semakin menipis.
Serangan udara dilaporkan oleh para saksi mata di Omdurman selatan dan Bahri utara, dua kota yang terletak di seberang Sungai Nil dari Khartoum, yang membentuk “ibu kota rangkap tiga” Sudan. Beberapa serangan terjadi di dekat lembaga penyiaran negara di Omdurman, kata para saksi mata, lansir Reuters (20/5/2023).
Para saksi mata di Khartoum mengatakan bahwa situasi relatif tenang, meskipun suara tembakan sporadis terdengar.
Konflik yang dimulai pada 15 April ini telah membuat hampir 1,1 juta orang mengungsi ke dalam negeri dan ke negara-negara tetangga.
Sekitar 705 orang telah terbunuh dan setidaknya 5.287 orang terluka, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pembicaraan yang disponsori oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi di Jeddah belum membuahkan hasil, dan kedua belah pihak saling menuduh satu sama lain telah melanggar berbagai perjanjian gencatan senjata.
“Kami menghadapi tembakan artileri berat pagi ini, seluruh rumah bergetar,” kata Sanaa Hassan, seorang warga berusia 33 tahun yang tinggal di lingkungan al-Salha, Omdurman, kepada Reuters melalui telepon.
“Sangat menakutkan, semua orang berbaring di bawah tempat tidur mereka. Apa yang terjadi adalah mimpi buruk,” katanya.
RSF bercokol di distrik pemukiman penduduk, yang hampir terus menerus menjadi sasaran serangan udara dari angkatan bersenjata.
Dalam beberapa hari terakhir, pertempuran darat kembali berkobar di wilayah Darfur, tepatnya di kota Nyala dan Zalenjei.
Kedua belah pihak saling menyalahkan satu sama lain dalam pernyataan pada Jumat karena memicu pertempuran di Nyala, salah satu kota terbesar di negara itu, yang selama berminggu-minggu relatif tenang karena gencatan senjata yang ditengahi oleh pemerintah setempat.
Seorang aktivis lokal mengatakan kepada Reuters bahwa terjadi bentrokan senjata secara sporadis di dekat pasar utama kota yang dekat dengan markas tentara pada Sabtu pagi. Hampir 30 orang telah tewas dalam dua hari pertempuran sebelumnya, menurut para aktivis.
Perang pecah di Khartoum setelah terjadi perselisihan mengenai rencana RSF untuk diintegrasikan ke dalam angkatan bersenjata dan mengenai rantai komando di masa depan di bawah kesepakatan yang didukung oleh dunia internasional untuk menggeser Sudan menuju demokrasi setelah beberapa dekade otokrasi yang diliputi konflik.
Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) pada Jumat malam mengumumkan lebih dari 100 juta dolar AS untuk Sudan dan negara-negara yang menerima warga Sudan yang melarikan diri, termasuk bantuan makanan dan medis yang sangat dibutuhkan.
“Sulit untuk menyampaikan sejauh mana penderitaan yang terjadi saat ini di Sudan,” kata kepala USAID, Samantha Power. (haninmazaya/arrahmah.id)