GAZA (Arrahmah.id) — Serangan udara Israel menyerang dan menghancurkan Universitas Al-Azhar di Gaza pada Sabtu (4/11/2023) hingga menewaskan 15 orang, ketika kampus milik PBB itu difungsikan sebagai tempat penampungan pengungsi Jalur Gaza utara.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR, The Council on American-Islamic Relations), organisasi advokasi dan hak-hak sipil Muslim terbesar di Amerika Serikat (AS), geram dengan serangan itu dan menilai pemerintah AS memfasilitasi genosida Israel di Palestina.
Fasilitas PBB lainnya juga menjadi sasaran Israel. Lima puluh satu warga Palestina tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di kamp pengungsi Maghazi. Israel telah membunuh hampir 10.000 warga sipil Palestina, termasuk ribuan anak-anak dan perempuan.
CAIR dalam pernyataannya Sabtu (4/11), dilansir CNN (5/11), mengutuk pembantaian yang dilakukan pemerintah Israel terhadap warga sipil Palestina yang berada di jalan raya, rumah sakit, hingga kamp pengungsian. CAIR juga menekankan bahwa hukum perang internasional melarang penargetan fasilitas medis.
Dalam sebuah pernyataan, Direktur Komunikasi Nasional CAIR, Ibrahim Hooper mengatakan, sangat penting bagi komunitas internasional untuk turun tangan menghentikan kampanye genosida rasis apartheid pemerintah Israel yang menargetkan rakyat Palestina.
“Cakupan serangan Israel tidak pandang bulu terhadap kamp pengungsi, pengungsi yang melarikan diri, jurnalis, fasilitas medis, ambulans, masjid, gereja, infrastruktur penting, dan sekarang lembaga pendidikan,” kata Ibrahim Hooper di situs resmi CAIR.
“Fakta bahwa negara kita memfasilitasi genosida ini merupakan noda moral yang akan tetap ada hingga generasi mendatang. Harus ada gencatan senjata sekarang,” lanjutnya.
Awal pekan ini, CAIR mengutuk serangan berulang Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia di Gaza, yang menyebabkan sejumlah orang tewas dan terluka. CAIR juga mengaku “kehabisan kata-kata” untuk menggambarkan kekecewaan komunitas Muslim Amerika terhadap pemerintahan Joe Biden, yang menolak tuntutan gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas.
CAIR meminta Presiden AS Joe Biden untuk “menghentikan kegilaan” setelah pasukan Israel membantai lebih dari 100 warga Palestina dalam pemboman di kamp yang sama, menyiksa tahanan Palestina yang telanjang di depan kamera di Tepi Barat, memaksa seorang tawanan yang ditutup matanya untuk meneriakkan “hidup Israel,” dan menggunakan tank untuk meledakkan kendaraan sipil yang melarikan diri di Gaza utara.
CAIR baru-baru ini juga menyatakan tidak bisa menerima apabila pemerintahan Joe Biden terus menolak mengupayakan gencatan senjata di Gaza meskipun terdapat fakta bahwa banyak pelancong dan sandera asal AS ikut terancam dalam aksi bombardir Israel yang menewaskan lebih dari 9.000 orang, termasuk ribuan anak-anak.
CAIR sebelumnya menyebut serangan sembarangan pemerintah Israel terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil di Gaza sebagai “genosida”, setelah jumlah korban tewas warga Palestina mencapai 5.000 orang.
CAIR juga mengatakan para pejabat AS akan terlibat dalam pembersihan etnis di Gaza kecuali mereka melakukan intervensi setelah pemerintah Israel mengumumkan bahwa warga sipil Palestina yang menolak meninggalkan rumah mereka di Gaza utara dapat diidentifikasi sebagai kaki tangan Hamas, dan mungkin menjadi sasaran pembunuhan oleh pasukan Israel. (hanoum/arrahmah.id)