BEIRUT (Arrahmah.id) – Jet tempur “Israel” melancarkan serangan udara ke wilayah Dahiyeh, selatan Beirut, Jumat (28/3), untuk pertama kalinya sejak perjanjian gencatan senjata antara Lebanon dan “Israel” pada November 2024. Serangan ini diklaim sebagai respons atas peluncuran roket dari Lebanon selatan, meskipun Hizbullah membantah keterlibatannya dan menegaskan tetap berpegang pada gencatan senjata, sebagaimana dilansir oleh Al Jazeera.
Militer “Israel” menyatakan bahwa mereka menargetkan fasilitas penyimpanan drone milik Hizbullah di Dahiyeh. Mereka juga menyebut serangan roket ke Galilea Atas sebagai “pelanggaran serius” terhadap kesepakatan dan ancaman langsung bagi warga “Israel”.
“Kami akan terus bertindak untuk menghilangkan setiap ancaman terhadap ‘Israel’,” ujar juru bicara militer “Israel” dalam pernyataan resminya.
Netanyahu: “Persamaan Telah Berubah”
Perdana Menteri “Israel”, Benjamin Netanyahu, mengancam akan meningkatkan eskalasi militer terhadap Lebanon.
“Siapa pun yang belum memahami situasi baru di Lebanon harus menyadarinya sekarang,” katanya dalam unggahan di X (sebelumnya Twitter).
Netanyahu menegaskan bahwa “Israel” tidak akan mentoleransi serangan roket ke kota-kotanya dalam kondisi apa pun. Ia juga menyatakan bahwa “Israel” akan terus menegakkan gencatan senjata dengan kekuatan dan menyerang setiap lokasi di Lebanon yang dianggap mengancam wilayahnya.
Kepanikan Warga dan Korban Jiwa
Sebelum serangan ke Dahiyeh, tiga serangan peringatan dilakukan ke bangunan yang menjadi target. Hal ini memicu kepanikan warga yang buru-buru mengungsi. Sekolah dan institusi pendidikan di sekitar lokasi juga ditutup atas perintah Kementerian Pendidikan Lebanon.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa lima orang tewas dan 18 lainnya terluka dalam dua serangan udara “Israel” di Kfar Tibnit dan Yahmur al-Shaqif, Lebanon selatan.
Selain itu, artileri “Israel” membombardir sejumlah wilayah, termasuk Yahmur, Zawtar, Kafr Sir, Taybeh, Houla, dan Markaba. Jet tempur “Israel” juga menggempur kawasan pegunungan Jabal al-Rihan di Iqlim al-Tuffah.
Dalam pernyataan resminya, Hizbullah kembali menegaskan komitmennya terhadap gencatan senjata dan membantah bertanggung jawab atas peluncuran roket ke wilayah utara Palestina yang diduduki.
“Serangan ini adalah bagian dari upaya ‘Israel’ untuk menciptakan alasan bagi agresi lebih lanjut terhadap Lebanon,” kata Hizbullah dalam pernyataan resminya.
Respons Lebanon: Kecaman dan Penyidikan
Militer Lebanon menyatakan telah menemukan lokasi peluncuran roket di Qa‘qaiyat al-Jisr, sebelah utara Sungai Litani, dan sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Israel” dituduh meningkatkan agresinya terhadap Lebanon dengan dalih peluncuran roket. Pemerintah Lebanon mengecam serangan ini sebagai pelanggaran berulang terhadap kedaulatan negara dan gencatan senjata.
Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, menyebut serangan ke Dahiyeh sebagai eskalasi berbahaya dan menuntut “Israel” menghentikan pelanggarannya serta menarik diri dari wilayah Lebanon yang masih diduduki.
“Lebanon berpegang teguh pada Resolusi PBB 1701 dan pengaturan gencatan senjata. Hanya negara kami yang berhak menentukan perang dan damai,” tegas Salam.
“Israel” Beri Ultimatum ke Lebanon
Sementara itu, Menteri Pertahanan “Israel”, Yoav Gallant, menuntut pemerintah Lebanon untuk memastikan Hizbullah mematuhi perjanjian gencatan senjata.
“Jika pemerintah Lebanon tidak bisa menegakkan gencatan senjata, maka kami yang akan melakukannya,” ujar Gallant dalam pernyataan resmi.
“Israel” terus melancarkan serangan ke berbagai wilayah Lebanon selatan meskipun perjanjian gencatan senjata telah berlaku sejak 27 November 2024. Selain itu, mereka juga belum sepenuhnya menarik pasukan dari Lebanon selatan hingga batas waktu 18 Februari, seperti yang disepakati dalam perjanjian, dan masih menduduki lima bukit strategis di perbatasan.
(Samirmusa/arrahmah.id)