ALEPPO (Arrahmah.id) — Serangan kilat kelompok perlawanan Suriah dan perebutan Aleppo telah memicu rumor bahwa pasukan khusus Ukraina berperan membantu merencanakan operasi melawan pemerintah Damaskus yang bersekutu dengan Rusia.
Dilansir Al Mayadeen (3/12/2024), selama bertahun-tahun, intelijen Ukraina membocorkan video yang diduga menunjukkan sabotase dan serangan yang menargetkan orang Rusia yang berbasis di Suriah utara.
Serangan ini sering kali melibatkan pesawat nirawak “kamikaze” pandangan orang pertama (FPV), teknologi yang telah digunakan Ukraina dengan sangat baik sejak invasi Rusia tahun 2022.
Banyak pengamat di Turki percaya penggunaan pesawat nirawak FPV telah memberi kelompok perlawanan Suriah keuntungan yang signifikan terhadap pasukan Bashar al-Assad selama beberapa hari terakhir.
Drone ini memungkinkan kelompok perlawanan Suriah menargetkan di luar garis tembak, membuat kendaraan lapis baja tidak efektif melalui serangan terkoordinasi dan menyebabkan garis depan runtuh.
Akun Telegram pro-Kremlin terkemuka bahkan membandingkan serangan mendadak itu dengan operasi Kursk Ukraina, yang merebut sebagian besar wilayah Rusia dalam serangan tak terduga pada bulan Agustus.
Selama setahun terakhir, pejabat Rusia telah berulang kali menuduh Ukraina menyediakan pesawat nirawak FPV untuk kelompok perlawanan Suriah di Idlib dan melatih anggota kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir asy Syam (HTS) untuk mengoperasikan drone.
Alexander Lavrentiev, utusan presiden Rusia untuk Suriah, baru-baru ini mengklaim Moskow memiliki bukti adanya spesialis dari Direktorat Intelijen Pertahanan Ukraina (GUR) yang beroperasi di Idlib.
Menurut Lavrentyev, para spesialis Ukraina ini telah mengajarkan para pejuang HTS cara membuat pesawat nirawak sendiri.
Pejabat Rusia lainnya, termasuk Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, dan surat kabar yang berafiliasi dengan pemerintah Suriah, al-Watan, sebelumnya juga menuduh adanya kontak yang sedang berlangsung antara Kepala GUR Ukraina Kyrylo Budanov dan HTS.
Tuduhan ini termasuk pengerahan aset intelijen Ukraina ke Idlib.
Namun, beberapa sumber meremehkan pengaruh Ukraina, jika memang ada, pada serangan Aleppo.
Seorang sumber Turki yang mengetahui situasi tersebut mengatakan kepada Middle East Eye bahwa HTS tidak bergantung pada bantuan Ukraina untuk memperoleh atau mengembangkan pesawat nirawak FPV, karena pasar gelap menawarkan banyak alternatif, termasuk penyelundupan dari Turki.
Meskipun pejabat Turki menyangkal adanya keterlibatan dalam operasi tersebut, ada indikasi Ankara memainkan peran kunci dalam tahap perencanaan serangan.
“Ada banyak produsen pesawat nirawak kamikaze di wilayah tersebut dan di Turki,” ujar sumber tersebut.
Cihat Arpacik, pemimpin redaksi majalah Intelligence Report dan koresponden lama di Suriah, yakin batalion pemberontak Suriah, seperti Brigade Falcon (al-Shaheen), tidak memerlukan bantuan eksternal yang signifikan untuk melakukan serangan tersebut.
“Brigade Falcon telah menggunakan dan mengembangkan pesawat nirawak selama 10 tahun terakhir,” ungkap Arpacik kepada MEE.
Dia menjelaskan, “Mereka dapat mengimpor suku cadang dari China dan daerah lain, dan sekarang menggunakan pesawat nirawak turbojet.”
Seorang pejabat Ukraina, yang berbicara dengan syarat anonim, mengonfirmasi telah terjadi komunikasi antara Kiev dan kelompok perlawanan Suriah selama setahun terakhir. Namun, pejabat tersebut mengklaim kontribusi Ukraina terhadap serangan itu sangat minim.
“Kami mungkin mengklaim kurang dari sebagian kecil bantuan untuk serangan ini,” ungkap pejabat itu.
Menariknya, Rybar, akun Telegram yang dianggap dekat dengan Kementerian Pertahanan Rusia, menyuarakan sentimen ini.
“Pertama, anggota GUR memang mengunjungi Idlib, tetapi mereka hanya tinggal di sana untuk waktu yang singkat, tidak cukup untuk melatih operator UAV (kendaraan udara tak berawak) dari awal,” papar akun itu.
“Kedua, HTS telah lama memiliki program UAV sendiri, dengan militan memamerkan pesawat jet sejak tahun 2023. Drone serang tidak lagi unik atau tidak dapat diakses tanpa bantuan dari luar, bahkan pemberontak di Myanmar menggunakannya,” ungkap akun itu. (hanoum/arrahmah.id)