RUBAYA (Arrahmah.com) – Sebuah serangan yang terjadi pada Ahad (7/10/2018) di provinsi Kivu Utara, Republik Demokasi Kongo (RDC), menewaskan sedikitnya 14 warga sipil, ungkap seorang pejabat lokal, sebagaimana dilansir World Bulettin.
Dia mengatakan satu batalyon tentara dan polisi Kongo telah dikirim ke Rubaya.
“Para penyerang itu tiba di desa saya. Saya bersembunyi, tetapi dua tetangga saya dibunuh dengan menggunakan parang,” kata penduduk setempat yang bernama Pascal.
Kelompok bersenjatakan parang Hutu, atau yang dikenal sebagai Mai-Mai Nyatura, telah lama menguasai wilayah Masisi, di mana desa Rubaya berada. Wilayah ini merupakan pusat pertambangan coltan, sebuah komponen utama dalam pembuatan telepon seluler dan peralatan elektronik lainnya.
Selama lebih dari 20 tahun, provinsi Kivu Utara dan Selatan berada dalam cengkraman pertumpahan darah antar etnis dan kelompok-kelompok bersenjata, yang sering memeras uang dari warga sipil atau saling berperang untuk menguasai sumber daya mineral.
Pembunuhan, pemerkosaan, mutilasi, dan kekejaman lainnya hampir setiap hari terjadi di wilayah perbatasan. Banyak dari warga setempat yang menamakan sumber daya mineral yang ada di daerah mereka sebagai “mineral darah” karena banyaknya kekerasan dan pertumpahan darah yang terjadi akibat dari perebutan wilayah pertambangan mineral tersebut.
Serangan terakhir terjadi setelah dokter Kongo, Denis Mukwege dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada Jum’at (5/10) untuk dedikasinya dalam membantu kaum perempuan mengatasi cedera dan trauma pelecehan seksual dan perkosaan di provinsi Kivu Selatan.
(Rafa/arrahmah.com)