JENIN (Arrahmah.id) – Serangan berdarah “Israel” terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki terus berlanjut dengan meningkatnya seruan untuk melindungi warga sipil dan kekhawatiran bahwa situasi yang tegang ini dapat meledak menjadi perang yang menghancurkan.
Serangan darat dan udara terhadap kamp pengungsian Jenin pada Senin (3/7/2023) merupakan operasi militer terbesar di wilayah pendudukan sejak Intifada Kedua tahun 2000-2005, atau pemberontakan massal Palestina melawan pendudukan “Israel” selama puluhan tahun.
Serangan yang sedang berlangsung ini menewaskan sedikitnya delapan orang termasuk dua anak. Warga Palestina kesembilan juga ditembak mati oleh tentara “Israel” di dekat Ramallah.
Nidal Obeidi, wali kota Jenin, mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan “pembantaian yang nyata dan sebuah upaya untuk memusnahkan semua aspek kehidupan di dalam kota dan kamp”.
“Mereka yang menjadi target sekarang bukan hanya para pejuang perlawanan tetapi warga sipil juga terbunuh dan terluka,” katanya kepada Al Jazeera.
Pemerintah kota Jenin mengumumkan bahwa layanan air dan listrik telah terputus dari kamp pengungsi karena pertempuran yang sedang berlangsung. Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan setidaknya 3.000 orang telah dievakuasi dari Jenin.
Dengan mengerahkan ratusan pasukan, menyerang dari udara dengan pesawat tak berawak, dan meluncurkan roket ke kamp yang berpenduduk sekitar 20.000 orang itu, militer “Israel” juga menargetkan infrastruktur dengan menghancurkan rumah-rumah dan jalan-jalan.
Sarang perlawanan terhadap pendudukan “Israel” ini telah berulang kali menjadi fokus. Sedikitnya tujuh warga Palestina tewas dalam serangan “Israel” di Jenin hanya dua pekan yang lalu.
Anak-anak terbunuh, jurnalis menjadi sasaran
Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan bahwa Tel Aviv tidak berniat memperluas operasinya ke wilayah Tepi Barat yang diduduki, namun konfrontasi bersenjata antara pasukan “Israel” dan pejuang Palestina di dekat kamp pengungsi masih terus berlanjut dan militer mengirim bala bantuan.
Para pejuang Palestina bersembunyi di sebuah masjid, kata militer “Israel”, dan menambahkan bahwa operasi tersebut akan terus berlanjut hingga para tersangka anggota kelompok-kelompok bersenjata ditangkap, yang mungkin membutuhkan waktu 24 jam untuk menyelesaikannya.
Dua korban muda di Jenin diidentifikasi sebagai Nouruddin Husam Yousef Marshoud, 15 tahun, dan Majdi Younis Saud Ararawi, 17 tahun, menurut kelompok Defense for Children International-Palestina. Korban tertua dari sembilan korban pada Senin adalah Mohammed Muhannad al-Shami, 23 tahun.
Beberapa jurnalis mengatakan bahwa mereka menjadi sasaran langsung tembakan “Israel” ketika sedang meliput peristiwa di Jenin.
Koresponden saluran TV Al Araby, Ahmed Shehadeh, mengatakan bahwa tentara menghancurkan kameranya dengan tembakan ketika ia dan empat wartawan lainnya terjebak di dalam salah satu rumah di kamp tersebut selama dua jam sebelum akhirnya dievakuasi oleh Bulan Sabit Merah.
Ini bukan pertama kalinya anggota media menjadi korban di Jenin.
Wartawan Al Jazeera, Shireen Abu Akleh, 51 tahun, dibunuh oleh tentara “Israel” ketika sedang meliput serangan militer ke kamp tersebut tahun lalu. Koresponden Palestina-Amerika itu ditembak di bagian kepala ketika mengenakan jaket biru bertuliskan “PRESS”.
‘Menghancurkan Jenin’
Serangan “Israel” ke Jenin adalah bagian dari upaya untuk menghancurkan perlawanan di sana dengan semakin banyaknya pemuda Palestina yang mengangkat senjata. Menurut para analis, pemerintah sayap kanan “Israel” kemungkinan besar akan melanjutkan pendekatan keras terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
“Israel ingin melakukan apa saja untuk menghancurkan Jenin dan segala bentuk perlawanan lainnya,” kata pengacara dan analis Palestina, Diana Buttu.
“Mereka [Israel] telah menjelaskan bahwa ada tiga pilihan yang tersedia bagi warga Palestina. Pilihan pertama adalah pergi, pilihan kedua adalah tetap tinggal sebagai penduduk tetapi bukan sebagai warga negara, dan pilihan ketiga adalah jika Anda melawan, kami akan menghancurkan Anda. Inilah yang mereka terapkan.”
Hassan Ayyoub, seorang profesor ilmu politik Palestina di Universitas Nasional An-Najah di Nablus, setuju.
“Tujuan akhirnya adalah untuk membuat warga Palestina melepaskan harapan untuk mencapai penentuan nasib sendiri atau diakui sebagai sebuah bangsa,” kata Ayyoub.
Lintasan situasi sejak serangan 2008 di Jalur Gaza telah menjadi salah satu eskalasi terus menerus oleh “Israel” terhadap Palestina, tambahnya. “Israel” berniat untuk menghancurkan apa yang disebutnya sebagai “fenomena Jenin”, atau segala bentuk perlawanan Palestina.
“Jenin memiliki sejarah perlawanan yang panjang. Ini adalah model bagi massa yang ingin dihilangkan oleh “Israel”. Namun bagi warga Palestina, ini adalah masalah prinsip dan tujuan akhir mereka adalah mengakhiri pendudukan ini,” jelas Ayyoub.
Agresi “Israel” juga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya eskalasi dengan kelompok-kelompok bersenjata di Jalur Gaza karena faksi-faksi politik yang berbasis di Gaza menyerukan kepada warga Palestina untuk bersatu di sekitar mereka yang menjadi sasaran di Jenin.
Kecaman keras
Banyak pihak di komunitas internasional mengecam keras serangan “Israel” dan menuntut penghentian segera.
Kementerian Luar Negeri Turki menyuarakan keprihatinannya yang mendalam atas serangan tersebut, dan memperingatkan bahwa ketegangan tersebut dapat “memicu spiral kekerasan yang baru”. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyebut serangan “Israel” sebagai kejahatan keji”.
Qatar menekankan perlunya komunitas internasional untuk segera bergerak untuk melindungi rakyat Palestina terhadap pelanggaran “Israel” yang mencolok.
Yordania mengutuk eskalasi tersebut sebagai “pelanggaran hukum kemanusiaan internasional”, sementara Mesir memperingatkan akan adanya dampak yang serius dan meminta para aktor internasional untuk melakukan intervensi.
Utusan PBB untuk Timur Tengah, Tor Wennesland, menggambarkan situasi tersebut sebagai “sangat berbahaya” dan menyerukan perlindungan bagi warga sipil.
Sementara itu, Gedung Putih mengatakan bahwa Amerika Serikat “mendukung keamanan dan hak ‘Israel’ untuk mempertahankan rakyatnya dari Hamas, Jihad Islam Palestina, dan kelompok-kelompok ‘teroris’ lainnya.”
Kamp pengungsi Jenin telah menjadi target serangan yang semakin intensif dan berulang-ulang oleh pasukan Israel selama dua tahun terakhir.
Bersama dengan Nablus, Jenin menjadi saksi munculnya generasi baru pejuang Palestina yang menentang pendudukan militer “Israel” yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Kemunculan kelompok-kelompok pejuang baru ini terjadi setelah ledakan perlawanan populer Palestina pada Mei 2021, yang dimulai di lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur yang diduduki “Israel” dan berujung pada serangan “Israel” selama 11 hari ke Gaza. (haninmazaya/arrahmah.id)