NEW YORK (Arrahmah.com) – Serangan di internet merupakan ancaman terbesar terhadap AS setelah perang nuklir dan senjata pemusnah massal. Menurut para pakar Biro Penyelidik Federal (FBI), serangan tersebut kian sulit dicegah, Selasa (6/1).
Shawn Henry, Asisten Direktur Divisi Dunia Maya FBI, mengemukakan dalam konferensi di New York bahwa serangan lewat komputer menjadi risiko terbesar. “Itu jika ditinjau dari perspektif keamanan nasional, selain senjata pemusnah massal dan jatuhnya bom nuklir di salah satu kota besar kita,” katanya.
“Selain senjata nuklir atau tipe lainnya dari senjata pemusnah massal, ancaman atas infrastruktur kita, ancaman terhadap intelijen, dan jaringan komputer kita adalah ancaman paling gawat yang kita hadapi,” katanya, seperti dilaporkan AFP.
Para pakar AS memperbincangkan “cybergeddon”, di mana hampir segala hal penting terkait atau bahkan dikendalikan oleh komputer, disabotase oleh para hacker.
Michael Balboni, Deputi Sekretaris Urusan Keamanan Umum di Negara Bagian New York, menggambarkan serangan para peretas (hacker) sebagai ancaman besar terhadap segala hal, mulai dari lembaga perbankan hingga sistem distribusi air bersih dan bendungan.
Henry mengemukakan bahwa berbagai kelompok “teroris” kini sedang berusaha menciptakan serangan 11 September virtual. “Itu akan menyebabkan kerusakan pada negara kita, pada semua negara kita, pada segala jaringan kita, seperti yang pernah mereka lakukan pada 2001 dengan menerbangkan pesawat-pesawat bajakan ke berbagai gedung tinggi,” ujarnya.
Serangan online dengan skala seperti itu belum pernah terjadi di AS, tetapi penjebolan ke jaringan komputer semakin merebak di seluruh dunia sebagai alat perang.
Para hacker Rusia diduga telah melancarkan serangan besar pada jaringan internet di Estonia dan Georgia pada tahun lalu, sementara para pendukung Palestina telah menyusun berbagai serangan terhadap ratusan laman internet milik Israel dalam beberapa hari terakhir.
Menyusul bertahun-tahun berperang menghadapi berbagai kelompok penjahat di dunia maya, FBI dan dinas keamanan negara lainnya menyadari para hacker sebagai musuh yang paling sulit ditangkap dan inovatif. (Hanin Mazaya/kompas)