LUWUK (Arrahmah.com) – Banjir yang merendam lima kecamatan di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan sudah berlangsung sepekan. Ketinggian air bahkan mencapai satu hingga dua meter. Penebangan hutan secara liar disebut-sebut sebagai penyebab utama terjadinya banjir.
Kondisi ini membuat warga korban banjir mulai berang. Mereka meminta Pemerintah Kabupaten Luwu segera mengambil tindakan konkret untuk mengatasi banjir yang terus terjadi.
Masdar seorang warga Suli, mengaku kalau tiap musim hujan, kampungnya pasti terendam. Dan banjir kali ini, cukup parah karena daerah yang dulunya bebas banjir, kini sudah tergenang.
“Pembalakan hutan sudah masif, banyak oknum yang ikut merambah hutan jadi kebun, mereka yang berduit menjadikan hutan sebagai lahan kebun. Dan kami minta semuanya dihentikan, kembalikan hutan pada fungsinya,” kata Masdar, Kamis (13/6/2019), lansir VIVA.
Ketinggian air di permukiman warga di Desa Botta, Suli Pantai dan Lindajang, sudah mencapai satu meter lebih.
Warga memilih mengungsikan harta bendanya ke lokasi yang lebih tingi. Banjir kali ini disebabkan jebolnya tanggul Sungai Suli yang airnya meluap ke permukiman dan jalan Trans Sulawesi.
Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Kepolisian Polsek Suli serta Tagana, terus melakukan evakuasi terhadap warga korban banjir. BPBD juga menyiagakan perahu karet untuk memudahkan evakuasi.
Di Desa Botta, Kecamatan Suli, jalan berubah jadi sungai dan berarus deras, sejumlah sekolah terpaksa diliburkan. Banjir juga merendam fasilitas umum lainnya, seperti gedung sekolah dan Puskesmas di Kecamatan Suli.
“Personel TRC dan Tagana, masih mobile untuk mendata dan mengevakuasi warga yang membutuhkan bantuan,” kata Kepala Seksi Kedaruratan, BPBD Luwu, Masri.
Bupati Luwu, Basmin Mattayang, meminta seluruh camat dan kepala desa di wilayah yang rawan bencana, untuk selalu siaga. Mereka wajib memantau wilayahnya. Bupati juga meminta agar warga selalu waspada mengingat beberapa hari ke depan, curah hujan masih cukup tinggi.
“Camat dan Kepala Desa, harus stand by dan on call, saya tidak mau ada Camat atau Kepala Desa yang tidak berada di lokasi saat terjadi banjir atau bencana alam lainnya,” kata Bupati.
Sementara di Larompong Selatan, banjir sudah merendam jalan Trans Sulawesi. Polisi bersama TNI, BPBD dan Tagana, melakukan rekayasa lalu lintas. Ratusan kendaraan, harus bergantian melintasi jalan Trans Sulawesi, tepatnya di Desa Dadeko. Ketinggian air di jalan tersebut mencapai lutut orang dewasa. Kondisi ini, menyulitkan pengendara sepeda motor untuk melintas.
“Hanya mobil yang bisa melintas, itu pun hanya satu arah, sedangkan sepeda motor, untuk sementara belum bisa melintas, menunggu air surut,” jelas Kasat Lantas Polres Luw, AKP Muhamamadi Muhtari.
(ameera/arrahmah.com)