KAIRO (Arrahmah.com) – Seorang Muslim Mesir yang pernah mengatakan kepada mantan diktator Mesir, Hosni Mubarak untuk “takut kepada Allah” setelah bertemu dengan dia di sebuah Masjid, telah mengalami perlakuan kasar selama 15 tahun di dalam penjara karena mengatakan satu kalimat tersebut.
Pada tahun 1993, Syeikh Ali al-Qattan yang sedang melaksanakan sholat di Masjid Nabawi di Arab Saudi, terkejut ketika secara tak sengaja bertemu dengan Mubarak yang memasuki ruang Masjid.
“Itu adalah kejadian spontan, saya tidak merencanakannya,” ujar syeikh Qattan kepada televisi Mesir, Al Haqiqa seperti yang dilansir Al Arabiya (22/5/2012).
“Setelah kami selesai melaksanakan sholat, aku berbalik dan aku melihat presiden Mesir, saat itu sangat aneh karena mereka mengosongkan sebagian besar ruang sholat baginya. Dia memiliki pengawal di sekitarnya yang bersenjata lengkap dan semuanya membuat suasana Masjid menjadi tak nyaman.”
Syeikh Qattan kemudian berdiri dan berjalan lebih dekat ke arah mantan presiden diktator Mesir tersebut, menyuruhnya untuk “takut Tuhan” mengingat bagaimana Mubarak memimpin negara Mesir.
Pada saat itu, Syeikh Qattan menjelaskan, Mesir terlibat dalam bentrokan mematikan dengan pejuang Islam. Tahun 1993, merupakan tahun yang berat di Mesir, yang mengakibatkan sedikitnya 1.100 orang terbunuh atau terluka, sementara beberapa pejabat kepolisian senior dan pengawal mereka ditembak mati dalam penyergapan siang hari.
“Pasukan keamanan berkeliaran di jalan-jalan dan secara acak menembaki penduduk Mesir,” jelas Syeikh Qattan.
Setelah mengucapkan kalimat itu pada Mubarak, Syeikh Qattan mengatakan bahwa Mubarak tampak gelisah.
“Dia menengok ke kiri dan kanan dan menelepon pengawalnya. Pengawalnya segera menangkapku dan mengelilingi Mubarak lalu segera keluar dari ruang Masjid. Saya kemudian mengerti bahwa ia mungkin takut bahwa beberapa jenis serangan kekerasan pada dirinya akan mengikutinya.”
“Para pengawalnya kemudian membungkam mulut saya, seakan ingin menghentikan saya dari mengatakan sesuatu yang lebih, walaupun sebenarnya saya tidak merencanakan apa-apa. Mereka membawa saya keluar aula, bahkan tidak memberikan kesempatan saya untuk mengenakan sepatu.”
“Mereka melakukan pencarian ke tubuh saya untuk mencari bom atau senjata. Ketika mereka tidak bisa menemukan apapun, seorang petugas mengatakan kepada saya : ‘Anda telah mempermalukan kami, Anda seharusnya berbicara kepada Mubarak di Mesir.”
Syeikh Qattan menjawab : “Kami tengah berada di Masjid, untuk semua komunitas Muslim internasional dan rasanya tepat untuk mengatakan komentar seperti itu di dalam Masjid.”
Syeikh kemudian dibawa dari Madinah menuju Jeddah untuk diinterogasi. Kakinya dirantai dan diberi pemberat bola seberat 10 kg saat berjalan menuruni pesawat di bandara.
Setelah ia diinterogasi di Arab Saudi, kelompok keamanan nasional Mesir datang untuk membawanya ke Mesir.
“Seolah-olah saya seorang teroris. Mereka mengikat saya dengan beberapa rantai dan borgol. Mereka bahkan mencoba meminumkan obat penenang kepada saya, namun saya menolaknya dan berkata bahwa saya sedang berpuasa,” ujarnya.
Ketika tiba di Mesir, para peneliti menemukan bahwa Syeikh Qattan tidak memiliki afiliasi dengan kelompok “militan” apapun.
Mantan petugas penjara di mana Syeikh Qattan ditahan, Mayor Jenderal Ibrahim Abd al-Ghaffar, menggambarkan bagaimana Qattan diperlakukan selama penahanannya.
“Selama bertahun-tahun ia dikurung di sel isolasi dan tidak diizinkan untuk memiliki pengunjung dengan perintah dari menteri dalam negeri. Saya memutuskan untuk membawanya keluar dari ruang isolasi dan mengatakan kepadanya untuk datang ke kantor saya, di mana ia bisa duduk dengan saya dan minum tehm saya tahu dia sedang dizhalimi.”
Gaffar kemudian meminta kepada Mayjen lain untuk menulis permintaan untuk pembebasan Syeikh Qattan. Tapi permintaannya ditolak oleh mantan kepala staf presiden, Zakaria Azmy yang mengatakan bahwa Mubarak masih “terganggu” oleh kasus Qattan dan untuk tidak membicarakan topik itu lagi. Permintaan itu kemudian diajukan beberapa kali sebelum pemerintah akhirnya setuju untuk pembebasan Qattan pada tahun 2007 setelah ia mengalami pelecehan dan kekerasan selama belasan tahun di dalam penjara tanpa pengadilan. (haninmazaya/arrahmah.com)