BEIJING (Arrahmah.com) – Seorang pria telah ditahan karena menghina kaum Muslim lewat komentar yang dia buat setelah sebuah video diunggah secara online yang menunjukkan warga Muslim merusak restoran lokal di Baoding, Provinsi Hebei, Cina Utara.
Restoran non-halal yang menggunakan sumpit sebagai simbol karakter ‘halal’ Cina ini juga menyajikan daging babi.
Polisi di kota Baigou Baoding mengatakan pada Ahad (23/4/2017) bahwa pria yang bermarga Chen (27) akan ditahan selama 15 hari dan didenda 1.000 yuan ($ 145), seperti dikutip Global Times. Dia telah membuat komentar menghina yang menyamakan umat Muslim dengan babi.
Pejabat lokal mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Minggu (23/4) bahwa Zaizai Music and Barbecue Bar, menggunakan sumpit “halal” dan memiliki daging babi di menu. Video yang diposkan online menunjukkan beberapa orang menyerang restoran tersebut, dan satu orang melempar kursi ke jendela restoran.
Beberapa netizen memasang foto sumpit online dan menggunakannya untuk membuat komentar yang menyakiti perasaan Muslim dan memicu konflik antara orang-orang dari berbagai kelompok etnis. Foto dan komentar tersebut telah menyebabkan perilaku agresif di antara beberapa penduduk, kata pernyataan tersebut.
Restoran non-halal telah diminta untuk menutup sementara untuk resertifikasi. Sejumlah pejabat tidak mengatakan kapan restoran tersebut diserang atau kapan pelaku juga telah ditahan.
Xiong Kunxin, seorang profesor studi etnis di Universitas Minzu, Cina, menunjukkan bahwa insiden tersebut menunjukkan kecenderungan pan-halal yang berbahaya di Cina. Ia menilai pemerintah telah memperluas jangkauan produk dan layanan halal di wilayah yang tidak masuk akal. Produk ini meliputi air halal, jalan halal dan toilet halal.
Xiong menambahkan bahwa produk dan layanan publik tidak boleh dibedakan sesuai dengan agama, asalkan tidak melanggar doktrin Islam.
Dia memberi contoh dari Universitas Sains dan Teknologi Anhui, yang menyediakan fasilitas shower khusus untuk siswa Muslim pada bulan September 2016. Kasus ekstrem seperti itu hanya akan memecah belah dan menyebabkan lebih banyak kesalahpahaman, Xiong mencatat.
Universitas tersebut kemudian membatalkan keputusannya setelah menghadapi banjir kritik secara online. (althaf/arrahmah.com)