WASHINGTON (Arrahmah.com) – Seorang ilmuan data komputer Muslim pemenang penghargaan memutuskan untuk meninggalkan Amerika Serikat beserta keluarganya setelah insiden islamofia terbaru yang melibatkan anak bungsu yang berulang kali dibully.
Zeeshan-ul-hassan Usmani, dua kali penerima Fulbright Scholar yang telah software untuk mencegah serangan teror, memindahkan seluruh keluarganya ke Pakistan selama akhir pekan setelah berbagi postingan memilukan di Facebook yang menampilkan anaknya yang berusia 7 tahun dengan selempang di lengannya setelah ia diserang oleh teman-teman yang membully-nya di Cary, North Carolina.
Selamat datang di Amerika Serikatnya Donald Trump, tulisnya dalam keterangan untuk postingan tertanggal 8 Oktober di situs media sosial.
“Lihat anakku Abdul Aziz. Dia duduk di kelas 1, diintimidasi dan dipukuli oleh teman-teman sekelasnya sendiri di bus sekolah karena dia adalah seorang Muslim”, tulisnya.
Istri Usmani, Binish Bhagwanee, mengatakan bahwa anaknya itu mengalami trauma, memar dan babak belur setelah seorang teman sekelasnya diduga mencoba untuk memaksa dia memakan makanan yang tidak halal.
Ketika anaknya menolak, lima siswa mengeroyok dia dan mengolok-olok namanya sambil meninju wajahnya dan menendang perutnya, tutur ibunya.
Usmani mengatakan bahwa teman-temannya kemudian memutar lengan anaknya dan menyebutnya ‘Muslim’ berulang-ulang.
“Dia lahir dan dibesarkan di Amerika Serikat. Ia lahir di Florida. Seperti orang Amerika sebagaimana yang Anda pikirkan. Dia suka Captain America. Dia ingin menjadi presiden Amerika Serikat,” kata Usmani kepada The Huffington Post saat berbicara dari Pakistan.
Usmani dan istrinya melaporkan kejadian tersebut kepada pihak sekolah dan petugas kemudian melakukan penyelidikan.
Keluarga itu tiba pada hari Senin di Islamabad. Di sana Usmani memiliki sebuah apartemen dan mereka berencana untuk tinggal di sana untuk saat ini karena mereka merasa Amerika tidak aman.
“Ini sangat memilukan dan menyedihkan,” kata Usmani. “Ini bukan Amerika yang kami kenal, kami peduli dan kami ingin tinggal”.
Usmani menceritakan saat anak tengahnya berusia delapan tahun, ia sangat marah ketika teman-teman sekelasnya mengatakan kepadanya bahwa ayahnya adalah seorang teroris setelah mereka melihat dia mengantar anakya ke sekolah pada suatu hari.
“Dia bertanya apakah saya seorang teroris,” kata Usmani
Istrinya memintanya untuk tidak pergi ke sekolah, “hanya agar supaya anak-anakku tidak akan menghadapi diskriminasi karena wajahku”, jelasnya.
Usmani memiliki empat gelar, puluhan penghargaan dan bahkan bekerja sama dengan Utusan Khusus PBB untuk Global Education sejak ia menciptakan software yang mendeteksi kerusakan akibat bom bunuh diri, dalam upaya untuk melindungi sekolah dan bangunan lainnya di Pakistan, Sudan, Nigeria, dan Suriah dari serangan teror.
Karena pekerjaannya itu, dia sekarang harus melakukan perjalanan antara AS dan Pakistan.
(ameera/arrahmah.com)