DAMASKUS (Arrahmah.com) – Seorang ibu bergabung kembali dengan dua anaknya di provinsi Sanliurfa tenggara Turki setelah pencarian tiga tahun dengan bantuan dari Yayasan Bantuan Kemanusiaan (IHH) di Suriah, lapor MEMO pada Sabtu (23/6/2018).
Nur Naser tinggal bersama suaminya dan dua anak di Ghouta Timur Suriah, yang dikepung oleh pasukan Bashar al-Assad saat itu. Dia kehilangan suaminya dalam pemboman udara oleh pasukan Assad.
Naser menikah lagi dan hamil. Namun, ia memperoleh komplikasi dalam kehamilannya dan mencapai Damaskus bersama suaminya melalui terowongan bawah tanah.
Dia meninggalkan anak-anaknya dengan ibu dan saudara perempuannya di Ghouta Timur.
Setelah melahirkan anak ketiganya di Damaskus, Naser tidak diizinkan oleh rezim Assad untuk kembali ke Ghouta Timur.
Pasangan itu tidak kehilangan harapan dan kembali mengarungi perjalanan berbahaya ke Turki dengan berjalan kaki, bersama dengan bayi mereka yang baru lahir.
Naser mengetahui bahwa ibu dan saudara perempuannya juga terbunuh dalam pemboman di Ghouta Timur dan keluarga lain mengurus anak-anaknya.
Dia mengajukan permohonan kepada IHH yang berbasis di Turki untuk membantu melacak keberadaan anak-anaknya. IHH berhasil memperoleh informasi bahwa anak-anak itu tinggal bersama sebuah keluarga di Idlib barat laut Suriah. Kemudian, mereka membawa mereka ke Turki dan menyatukan mereka dengan ibu mereka.
Berbicara kepada wartawan, Ketua IHH Sanliurfa Behcet Atilla mengatakan mereka tersentuh oleh penderitaan yang ditanggung oleh Naser.
“Alhamdulillah kami mengakhiri tiga tahun kerinduan mereka. Semoga tidak akan ada perpisahan seperti ini lagi,” kata Atilla.
Naser juga mengatakan bahwa dia hidup melewati hari-hari yang sangat sulit.
“Saya tidak memiliki hubungan dengan anak-anak saya selama tiga tahun. Alhamdulillah, saya akhirnya bisa bergabung kembali dengan anak-anak, saya benar-benar bahagia,” tambah Naser.
Suriah telah terkunci dalam perang sipil yang ganas sejak 2011 ketika rezim Assad menindak keras protes pro-demokrasi dengan keganasan yang tidak terduga. Sejak itu, ratusan ribu orang tewas dalam konflik tersebut, menurut PBB. (Althaf/arrahmah.com)