Khadijah (bukan nama sebenarnya) menikmati kehidupan yang tenang di Belanda, negara di mana ia dibesarkan. Ia memiliki tempat tinggal dan kesempatan untuk belajar di sana. Namun, selama beberapa tahun terakhir, ia merasakan adanya permusuhan terhadap dirinya di tengah upayanya untuk menjadi seorang muslimah taat, lansir Al-Monitor pada Jum’at (6/6/2014).
Melalui internet, ia menemukan gambar bendera tauhid berwarna hitam di Suriah, dan ia mendapati bahwa sejumlah Muslim Belanda telah bergabung dengan mujahidin di sana. Mereka berbicara tentang Syariah, menciptakan sebuah daulah Islam dan berperang melawan rezim Suriah, aspek yang menarik baginya.
Pada musim gugur 2013, sahabatnya mengatakan bahwa ia berencana untuk bergabung dengan suaminya, seorang mujahid, di Suriah. Khadijah, yang selalu ingin lebih fokus pada agamanya, menjadi yakin bahwa ia harus ikut. Pada akhir tahun 2013, dua sahabat ini melakukan penerbangan ke Turki. Ada yang membantu mereka melintasi perbatasan ke Suriah dan mereka pun dibawa ke tempat dekat Aleppo. Di sana, mereka disambut oleh mujahidah Eropa lainnya yang suaminya merupakan mujahidin.
“Saya selalu ingin hidup di bawah naungan Syariah. Di Eropa, hal ini tidak akan pernah terjadi. Selain itu, saudara-saudara Muslim saya dan saudara-saudara [di Suriah] membutuhkan pertolongan,” kata Khadijah (24) kepada Al-Monitor melalui telepon.
“Menurut Al-Qur’an, Suriah adalah bumi yang diberkahi, dan jihad adalah wajib bagi semua Muslim,” katanya.
International Center untuk Studi “Radikalisasi” yang berbasis di London memperkirakan dalam laporan bulan April bahwa hingga 2.800 orang Barat telah pergi ke Suriah untuk berjihad, terutama dari Eropa. Intelijen dan layanan keamanan di Eropa mengatakan bahwa kebanyakan dari mereka berafiliasi dengan Jabhah Nushrah, cabang resmi Al-Qaeda di Suriah, dan ISIS.
Jihad merupakan hal yang sangat menarik bagi kaum Muslimin dan Muslimah yang memahaminya. Sara (18) dari Belanda menggambarkan bagaimana ia pergi ke Suriah untuk mengikuti aturan Allah dan membantu rakyat Suriah. Seperti Khadijah, Sara mengatakan bahwa ia tidak dipaksa dalam keputusannya.
Sara memahami jihad setelah ia mengenal teman-teman Salafi-nya di Belanda. Ia mulai mengenakan cadar. Mengenakan cadar, membuatnya mendapatkan cemoohan di jalan-jalan, bahkan dari umat Islam sendiri di mana banyak dari mereka yang masih menganggap menutup aurat secara kaffah sebagai bentuk ekstrimisme Islam.
“Kaum Muslimin tidak ingin dipermalukan di negara kafir di mana hak-hak kami dilanggar. Saya meninggalkan negara saya dengan senyum lebar, dan saya tidak peduli bahwa pemerintah [Belanda] tidak ingin saya kembali,” tulisnya di halaman Facebook-nya.
(banan/arrahmah.com)