ADANA (Arrahmah.id) — Sebuah video viral di dunia maya memperlihatkan polisi turki di Adana, Turki bagian selatan, menghapus tanda, simbol dan tulisan berbau Arab di sejumlah tempat.
Dilansir Middle East Monitor (19/7/2023), sentimen anti-pengungsi dan anti-Arab telah meningkat di Turki dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2017, pemerintah kota Hatay, juga di Turki bagian selatan, membagikan foto-foto polisi yang menghapus tulisan dan simbol berbahasa Arab dari depan toko. Pemerintah kota Hatay menyatakan bahwa simbol dan tulisan itu merupakan “polusi visual”.
Sentimen anti-pengungsi juga memburuk menjelang pemilu awal tahun ini. Sejumlah pengamat menuduh kedua kandidat presiden, Recep Tayyip Erdogan dan Kemal Kilicdaroglu, memicu peningkatan rasisme dan menggunakan pengungsi Suriah sebagai kambing hitam atas ekonomi yang memburuk.
Akibatnya masalah bahasa Arab di Turki menjadi topik hangat selama berbulan-bulan.
Pada bulan Mei, jurnalis Al Jazeera Rokaya Celik diserang di Istanbul oleh seorang anggota IYI, sebuah partai sayap kanan nasionalis, setelah dia mendengarnya berbicara bahasa Arab.
“Ini adalah Republik Turki, kembalilah ke negaramu sendiri,” katanya. “Tidak ada tempat bagi orang Arab di sini.”
Tahun lalu, sebuah produk merek Turki LC Waikiki mendapat kecaman dari warga karena dalam desain kaus mereka menyertakan bahasa Arab. Akibat kecaman itu, mereka menarik semua kaus anak-anak yang sudah beredar di pasaran.
Tak berselang lama, seorang warga Suriah berusia 17 tahun ditikam hingga tewas dalam serangan rasis di Turki selatan. Faris Muhammad Al Ali saat itu sedang mencari perlindungan di Turki setelah ayahnya meninggal dalam perang Suriah.
Sekitar 3,7 juta pengungsi Suriah tinggal di Turki bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Suriah.
Mereka disalahkan atas krisis ekonomi seperti inflasi dan depresiasi mata uang Lira. Sejumlah poitisi bahkan menyerukan agar mereka kembali ke negara asalnya.
Kondisi semakin memburuk setelah gempa bumi kembar melanda Turki dan Suriah pada bulan Februari. Beberapa menganggapnya sebagai kesempatan untuk menyalahkan pengungsi Suriah karena menjarah dan merusak toko dan rumah.
Banyak warga Turki yang menawarkan tempat tinggal ketika kejadian gempa itu tetapi tidak untuk orang Suriah.
“Para korban gempa yang selamat dipersilakan untuk tinggal di rumah saya di Ankara selama setahun, dengan syarat mereka bukan warga Suriah,” cuit seorang pemilik rumah. (hanoum/arrahmah.id)