STOCKHOLM (Arrahmah.com) – Belum lama setelah pemilihan, kubu Demokrat Swedia kembali melakukan aksi demonstrasi di depan gedung parlemen di Stockholm, Seattle Times melaporkan pada Minggu (7/11/2010).
Kent Ekeroth dan rekan-rekannya mendesak parlemen agar segera menangani masalah imigrasi muslim yang menurut mereka merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh Swedia. Mereka menuntut agar pemerintah tidak memberikan izin pembangunan masjid, melarang niqab atau burqa, dan membekukan imigrasi Muslim ke negaranya.
Sentimen anti imigran muslim ini tampak semakin meninggi setelah pihak berwenang memperingatkan agar penduduk “berkulit gelap” di kota selatan Malmo berhati-hati pada penembak jitu (sniper) yang menargetkan imigran, menewaskan satu dan melukai delapan dalam 15 penembakan terpisah tahun ini.
Swedia merupakan negara yang memperoleh penghargaan Nobel karena telah membantu para pengungsi dan menggagas undang-undang kesetaraan perempuan dan hak-hak kaum homoseksual.
Partai Demokrat Swedia berhasil masuk ke dalam Rikstag (parlemen) dan terus mendesak sejumlah kebijakan anti-imigran dan anti-Islam.
“Rakyat Swedia lelah terus-menerus harus merasakan diri mereka seolah-olah ada di Saudi Arabia,” kata Ekeroth yang juga merupakan penggagas Yayasan Anti-Islam Swedia.
“Inilah saatnya rakyat Swedia untuk kembali nyaman di negerinya sendiri,” lanjutnya.
Pasca insiden penembakan di Malmo, pihak yang berwenang memperingatkan imigran untuk ekstra waspada. Polisi tidak mengungkapkan rincian mengenai tersangka, hanya mengatakan bahwa kejahatan tersebut bermotif rasial.
Sementara itu, Alma Adan (32), seorang konselor imigran dan pemuda Somalia, mengatakan komunitas Muslim juga harus berusaha untuk menyatu dengan Swedia. Melalui lokakarya dan konseling, menurutnya, adalah salah satu cara untuk membantu kaum muda Muslim agar merasa lebih betah di Swedia.
“Usulan itu merupakan ketakutan,” katanya, mengacu pada kubu Demokrat Swedia. “Ketakutan antara Swedia bahwa negara mereka sedang direbut.” (althaf/arrahmah.com)