JAKARTA (Arrahma.com) – Salah input suara pemilihan presiden dalam Pemilu 2019 di Aplikasi Sistem Perhitungan Suara (Situng) KPU masih sering terjadi.
Temuan terbaru adalah adanya penambahan suara 2000 untuk pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin di TPS 07 Desa Negaranabung, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur (Lamtim).
Salah input penghitungan suara melalui Situng KPU tak hanya terjadi di dalam negeri. Dugaan salah input juga terjadi dalam proses input data hasil Pilpres 2019 yang digelar di luar negeri
Temuan tersebut terungkap pada hasil penghitungan kotak suara keliling (KSK) 57, Johor Bahru, Malaysia.
Dalam input perolehan suara, pasangan Jokowi-Ma’ruf ditulis meraih sebanyak 208 suara. Padahal berdasarkan form C1 yang dipindai, pasangan nomor urut 01 itu hanya meraih 81 suara.
Sementara pasangan nomor urut 02 tersebut justru mengalami penyusutan suara. Di situng KPU, Prabowo-Sandi tertulis meraih 35 suara, padahal berdasarkan pemindaian form C1, pasangan nomor urut 02 tersebut meraih sebanyak 48 suara.
KPU mengklaim bahwa salah input tersebut merupakan human error, tapi publik menilai salah input C1 di Situng KPU terlalu konsisten untuk dikatakan sekedar human eror.
Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (UNAS), Ismail Rumadan, menegaskan, KPU harus bertanggung jawab secara hukum atas kesalahan entri suara rakyat melalui aplikasi Situng tersebut. Karena kesalahan tersebut tidak hanya sekali.
“Alasan semacam ini tidak dapat dibenarkan atau diterima karena kesalahan yang terjadi berkali-kali. Oleh karena itu KPU tidak segampang itu meminta maaf atas kesalahan yang terjadi berulang-ulang tersebut, KPU harus bertanggung jawab secara hukum,” kata Ismail, Kamis (2/5/2019), lansir VIVA.
Ismail menjelaskan, sebagaimana ketentuan pidana dalam Pasal 505 Undang-undang Pemilu, anggota KPU yang karena kelalaiannya mengakibatkan kehilangan atau bertambahnya perolehan suara pasangan tertentu dapat dipidana. Ancaman hukumannya dapat di penjara selama satu tahun.
“Bahkan, kerugian perolehan suara yang dialami oleh salah satu peserta pemilu tersebut akibat adanya unsur kesengajaan dari KPU, maka berdasarkan Pasal 532 Undang-undang Pemilu dapat dipidana selama empat tahun penjara,” tegasnya.
Sebelumnya, KPU sendiri mengakui bahwa telah terjadi kesalahan input dalam Situng di 142 tempat pemungutan suara (TPS).
KPU mengatakan, pihaknya mengetahui adanya kesalahan entri data ini berdasarkan hasil monitoring ditambah dengan adanya laporan masyarakat.
Sementara itu, berdasarkan data dari Tim relawan Informasi Teknologi BPN Prabowo-Sandiaga Uno diketahui sedikitnya 9.440 kesalahan input aplikasi Situng Pemilu 2019 milik KPU.
Temuan itu diperoleh dari hasil verifikasi manual di Situs Situng KPU selama tiga hari terakhir, yakni sejak 27 hingga 29 April 2019.
Sementara itu, peneliti dari Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Arifin Nur Cahyo mengungkapkan, untuk menghilangkan stigma curang maka harus ada audit keseluruhan terhadap KPU.
Menurutnya, jika KPU bersih maka kepercayaan masyarakat akan legitimasi KPU akan kembali pulih.
“Kalau KPU ikut bermain maka jangan sampai kita punya pemimpin lima tahun ke depan dari hasil kecurangan,” tegasnya, lansir Harian Terbit.
(ameera/arrahmah.com)