(Arrahmah.com) – Dunia maya sudah tidak asing lagi bagi kita. Hampir semua kalangan baik anak-anak, remaja maupun dewasa tentunya tidak asing lagi dengan istilah dunia maya. Bagi orang yang sering mengakses internet dan memiliki akun jejaring sosial terutama Facebook dan Twitter pastinya sangat paham dengan istilah tersebut.
Dunia maya, dunia yang menawarkan sisi positif dan negatif tergantung penggunanya mau diarahkan kemana. Setiap pengguna memiliki kisah tersendiri dalam dunia maya. Dan tiap detik kisah atau kejadian yang dialaminya pasti ada hikmah positif bisa dipetik. Tidak terkecuali aktivis dakwah yang berlebel ‘ikhwan atau akhwat’. Olehnya itu, saya ingin berbagi kisah kepada pembaca yang budiman agar kiranya tidak terjerumus kepada jurang yang sama. Sebuah kisah yang berawal dari chatting sederhana dan penuh keisengan.
Cerita yang bagaikan dongeng, tetapi sebuah realita yang benar-benar terjadi. Biar kuceritakan sepenggal kisah dalam perjalanan cinta maya yang kelabu. Berawal dari chat di salah satu situs remaja yang sangat populer. Dengan layanan chat yang ada, saya mulai meng-invite salah seorang chatter untuk private chat, kamudian permintaan pun langsung diterimanya karena menganggap bahwa saya adalah seorang akhwat, rasa penasaranlah yang memicu semuanya. nickname chatter tersebut adalah Sang Pujangga (nama disamarkan), tetapi yang lebih dikenal oleh chatter lain berinisial SP
“Ada apa ukh?” itu kata pertama yang saya ketikkan.
“anti beneran akhwat?” begitu bunyi balasan chatnya
‘iyaaaa..ane akhwat. Kan sudah di jelasin tadi” sedikit emosi Sang Pejuang menjawab
“Nama asli anti siapa?” saya kembali bertanya
“Sang Pujangga lah…!!!!” jawabnya lagi
“wah, antum ikhwan ya, jangan ngerjain deh..” demikian tuduhan saya.
“ya sudah kalo gak percaya” Sang Pujangga semakin marah
“iya deh ane percaya….” Jawabku mengalah untuk menang.
Begitulah private chat terus berlangsung hingga dini hari dan mulai menanyakan identitas, kegiatan, kuliah, organisasi semua menjadi bahan obrolan menarik.
Diawali perkenalan di dunia maya tersebut, lalu tukaran nomor handpone. Tepat hari Rabu, 21 september 2011 pukul 15.47 wib Kembali si ikhwan menghubungi si akhwat. Pada mulanya semua percakapan berjalan seperti biasanya, menanyakan kegiatan masing-masing dan menceritakan hal-hal yang kurang penting sebenarnya namun menjadi penting bagi mereka. Dan ada hal aneh dari hubungan iseng ini yaitu terlahirnya sebuah dongeng yang berjudul Pulau Khalayan. Sang Pujangga pun selalu meminta di dongengkan. Dengan begitu sabar saya bercerita sambil di selingi tawanya yang khas yang akan selalu diingat oleh sang pejuang yang mengaku akhwat. Tawa yang selalu diprotes namun ingin selalu didengarnya. Tawa yang selalu membuat hatinya tentram.
Inilah kisah aneh dan nyata antar dua anak insan yang berawal dari chat biasa, terlalu berlebihan mungkin jika dikatakan seperti itu. Tapi inilah realitanya. Sang Pujangga yang di sebutkan diatas adalah seorang akhwat, aktivis kampus yang selalu berkata ‘tidak’ untuk berhubungan dengan ikhwan diluar kepentingan dakwah, selalu berusaha menjaga hatinya dan tidak berani bermain dengan hati, takut terjerumus karena belum pernah terkontaminasi dengan yang namanya “suka” pada lawan jenis. Sedangkan saya adalah seorang ikhwan yang sebenarnya masih mencari jati diri sebagai seorang aktivis dakwah kampus, yang masih bimbang ingin tarbiyah atau tidak. Menurut penilaiannya sang pejuang adalah sebenarnya saya seorang laki-laki yang begitu baik, ramah, enak diajak ngobrol, dan sabar.
Begitulah komunikasi ini terus berlanjut hingga akhirnya Sang Pujangga sadar bahwa ini semua harus diakhiri bukan karena ingin mencampakkan atau menyakiti tapi ini justru dilakukan agar niat mereka murni lillahi ta’ala. Dan inilah saatnya ketika Sang Pujangga meminta untuk bergantian bercerita, tanpa rencana Sang Pujangga mengakhiri semua lakon salah yang kami lakukan.
Sang Pejuang kini tak lagi sekeren namanya, karena hatinya sudah rapuh. Merasa menjadi seseorang yang munafik, merasa mengkhianati komitmen, merasa berselingkuh dari Allah, merasa membohongi saudara-saudaranya ketika berkumpul bersama. Sang Pujangga tidak lagi bisa dikatakan sebagai akhwat perkasa karena ia ternyata tidak cukup kuat untuk menahan gejolak hati dan tak cukup perkasa untuk menghindar dari rayuan setan, Sang Pejuang tak lagi jadi mujahidah militan karena telah membuat hati saudaranya di Sulawesi berharap selain kepada Allah, telah membuat saudaranya bergantung selain pada Allah, membuat saudaranya menjadi sosok yang ternodai hatinya karena Sang Pujangga tidak mampu menjaga hijab dan izzahnya hingga saudara di Sulawesi merasa mendapat peluang. Bagaimanapun juga Sang Pujangga adalah orang yang bertanggung jawab atas semua kesalahan dan dosa yang telah mereka lakukan.saya hanyalah korban dari hati yang egois, merasa belum pernah merasakan rasa ini hingga mengklaim bahwa ia berhak untuk merasakannya meski ia tahu bahwa itu tidak ada dalam aturan kepercayaannya. Sang Pejuang yang berpikir klise karena menganggap tidak ada yang salah dari hubungan ini, toh bahasa yang mereka gunakan masih ahsan dan saling mengingatkan dalam beribadah. Tapi, satu hal yang Sang Pejuang lupakan bahwa ia dan saya memiliki hati yang begitu mudahnya untuk terjangkit virus-virus yang bernama VMJ (virus merah jambu), sehingga lama kelamaan niat untuk menolong dalam kebaikan (baca :dakwah) mengalami distorsi dari niat yang seharusnya. Dan meluncurlah kata demi kata tentang pengakuan yang dirasakan selama ini hingga pada titik kesadarannya,
“antum pernah ngomong kalau 2015 antum akan menemukan jodohnya, asal antum tahu didalam hati ana berdoa semoga bidadari yang antum cari itu adalah ana..” kata Sang Pujangga disela tangisnya.
“sudahlah tidak usah diteruskan, jangan menangis, saya yang salah…afwan jiddan” tutur “nggak…biar ane selesaikan semuanya sekarang.” Tahun 2015 itu akan selalu diingat oleh Sang Pejuang, tapi tidak berjanji akan selalu mengingatnya sepanjang tahun. satu hari, satu minggu, satu bulan, tiga bulan, enam bulan, bahkan satu tahun. Mungkin kisah 2015 masih diingatnya dengan baik. Namun tahun-tahun berikutnya Sang Pujangga akan melupakan itu, semua akan kembali seperti biasa, kembali seperti hri-hari sebelum ia mengenal saya, butuh waktu memang tapi itu sebuah konsekuensi.
Sang Pejuang yang sekarang menjadi akhwat lemah meminta maaf yang sedalam-dalamnya dan sebesar-besarnya akan semua kesalahan yang telah melibatkan saya. Begitulah akhir cerita antara saya dengan sang pejuang yang mungkin tidak bisa dikatakan akhir karena masih akan ada kisah-kisah selanjutnya. “afwan jiddan, buat anti merasa bersalah, afwan buat anti menangis, afwan buat anti meneteskan air mata.” demikian kata yang hanya bisa saya ucapkan karena gemetaran.
“gak…ana yang salah, ana senang bisa nangis karena itu berarti ana tahu kesalahan sebenarnya dan tidak akan terus menagis bahkan akan tersenyum lebar karena ana telah melakukan hal yang tepat” jawab wanita tersebut dengan suara bergetar. Kita akhiri saja semuanya, hapus nomor ana di handphone antum, hapus foto ana, hapus email ana, dan hapus semua yang berhubungan dengan ana, tidak akan ke mana-mana jika Allah berkehendak, semua akan indah pada waktunya” Itu sebenarnya adalah ungkapan yang terluncur karena Pujangga sendiri sadar bahwa hubungan yang mereka lakukan ini aneh dan membingungkan.
Salah satu hikmah terbesar yang saya rasakan bahwa dunia maya bisa menjerumuskan seseorang ke dalam cinta maya yang menyimpan dari tuntunan dan aturan agama. Pesan yang bisa saya sampaikan bahwa keisengan dan sikap main-main dapat melukai hati seorang manusia. Olehnya itu, hati-hati setiap detik jika mau bergaul di dunia maya. Semoga tulisan ini bisa mencerahkan bagi semua!
Penulis :
Syarief Kate
(Pengurus Lembaga Penelitian dan Penalaran Mahasiswa ‘LP2M’ UIN Alauddin Makassar)