Ramadhan tahun ini, suasana musim panas masih terasa begitu menyengat di siang hari. Namun kala menjelang maghrib hawa panas itupun berangsur tergantikan dengan udara sejuk nan nyaman, hawa pembuka menjelang musim dingin.
Ini tahun kelima kami berpuasa di negri penuh konflik, Pakistan. Awal-awal kami menginjakkan kaki di negeri ini, bulan puasa jatuh pada musim dingin, selanjutnya puasa menjadi dekat ke musim panas. Dipekirakan tahun depan bulan puasa jatuh pada pertengahan Agustus dan suhu pada bulan itu bisa mencapai 40 derajat Celcius.
Banyak hal berbeda yang kami temui selama menjalankan ibadah puasa di sini. Perbedaan yang tak kami temui di tanah air, Indonesia. Penduduk Pakistan memiliki gairah keagamaan yang sangat tinggi, pada bulan Ramadhan seperti saat ini toko-toko di siang hari kebanyakan tutup dan baru buka menjelang berbuka puasa.
Masjid-masjid pun ramai dikunjungi jama’ah saat salat lima waktu. Jamaah masjid membludak saat sholat Tarawih, mereka berbondong-bondong bersama sanak keluarga menyemarakkan ibadah bulan Ramadhan serta melakukan Taharri, mencari berkah di bulan penuh ampunan ini. Hampir keseluruhan masjid-masjid di Pakistan menyediakan buka bersama, masyarakat Pakistan menyebut puasa dengan istilah Rooza, dan sahur dengan istilah Sehri.
Kami, warga Indonesia yang berdomisili di Islamabad tak mau ketinggalan untuk fastabiqul khoirot sebagaimana penduduk Pakistan. Masjid KBRI yang mungil tapi elegan itu kembali hidup di setiap malamnya dengan salat tarawih berjama’ah, pengajian, pesantren kilat dan diakhiri dengan i’tikaf bersama selama sepuluh hari terakhir. Semua acara tersebut didukung penuh oleh pihak kedutaan.
Hampir seluruh elemen masyarakat Indonesia yang ada di Islamabad datang beramai-ramai untuk menghadiri buka bersama di Aula KBRI, yang selanjutnya disambung dengan salat tarawih berjama’ah dan pengajian. Sebagai wujud dari sinergi antara pihak kedutaan dengan mahasiswa, disediakan jemputan berupa coaster yang datang ke hostel selama hampir sebulan penuh, adapun yang mengisi ceramah serta imam salat tarawih adalah para mahasiwa yang sedang menuntut ilmu di International Islamic University.
Sedikit berbeda untuk tahun ini, KBRI Islamabad tak begitu semarak layaknya tahun lalu, salat tarawih yang biasanya diadakan setiap hari selama satu bulan penuh, tahun ini Masjid KBRI Islamabad mengadakan salat tarawih dan buka puasa hanya dua kali dalam seminggu.
Tak ketinggalan elemen masyarakat lainnya, seperti para ekspatriat yang bekerja di perusahan multi-nasional juga bersemangat mengikuti acara peningkatan rohani yang diselenggarakan di KBRI selama bulan puasa.
Ada nuansa yang berbeda ketika menjalani bulan puasa di negeri orang, kami para mahasiswa dengan elemen masyarakat lain Indonesia yang di sini serasa layaknya saudara sendiri, akrab dan penuh kehangatan.
Sementara itu hampir seluruh masjid-masjid baik di Islamabad maupun di kota-kota besar lainnya seperti Peshawar, Lahore, Multan, Karachi, menyediakan iftar jama’i dengan menu andalan Chawal Briyani (Nasi Briyani ). Untuk ta’jil (hidangan pembuka) penduduk Pakistan selalu menghidangkan makanan tradisional ala sub-kontinen Pakoura dan Samosa. Selain layanan cuma-cuma, masyarakat Pakistan memiliki tradisi i’tikaf yang kuat di hampir seluruh masjidnya, disediakan sekat-sekat kecil untuk para peserta i’tikaf, kegiatan bulan Ramadhan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah salallahu alaihi wa sallam.
Menjelang akhir Ramadhan, seluruh masjid menyelenggarakan Sabina (mengkhatamkan al-Qur’an ) yang dibaca dalam sholat tarawih selama tiga hari menjelang akhir Ramadhan. Yang membuat kami takjub, negara Pakistan adalah salah satu dari sekian negara yang mempunyai Huffadz (penghafal Qur’an) terbanyak. Tak heran jika seorang sopir taxi pun, pandai menyitir ayat dan menjadi imam salat. Selain itu, menghafal al-Quran menjadi bagian dari budaya masyarakat Pakistan [Hanin Mazaya/Eramsulim]