Demikian hasil diskusi yang bertema ”Radikalisme Islam dan Terorisme” yang digelar lembaga pustaka dan informasi Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur (13/8) kemarin. Ahmad Jaenuri, PhD, Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, nara sumber diskusi itu mengatakan, selama tekanan politik, ekonomi, sosial, dan budaya masih terkoptasi dengan hegemoni oleh Barat, maka radikalisme itu akan terus muncul.
Radikalisme (juga dalam Islam), kata Jaenuri, muncul juga akibat adanya dominasi Barat yang menekan proses kehidupan berbangsa dan bernegara di negara-negara Muslim. Meski sebagian pengamat politik mengatakan radikalisme Islam saat ini melemah.
Menurut dosen IAIN Sunan Ampel yang juga lulusan McGill ini, ada empat karakteristik radikalisme yang tumbuh dalam Islam. Pertama, disebabkan adanya pihak yang diuntungkan dari adanya proses gerakan itu. Kedua, adanya tekanan kepemimpinan yang menyebabkan tumbuhnya kepemimpinan baru yang bersifat nativistik dan lokalistik. Ketiga, karena sifat radikalisme itu transnasional yang pada umumnya juga akibat adanya tekanan politik yang kemudian menyebar menjadi bagian gerakan di negara-negara tertentu. Dan terakhir, karena tidak terselesaikannya masalah-masalah politik, sosial, ekonomi dan budaya, yang menyebabkan teraleanasi dan menjadi masyarakat yang terpinggirkan.
Kasus di Indonesia
Masih menurut Jaenuri, radikalisme di Indonesia yang selama ini dinisbatkan pada Islam, sepeti kasus Woyla, Komando Jihad (Komji) dan lain sebagainya banyak dipengaruhi agenda pemerintah Orde Baru. Menurutnya, kasus-kasus seperti itu dimunculkan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu).
”Radikalisme gerakan yang mengatasnamakan Islam di Indonesia selalu disudutkan pada gerakan politik. Yaitu gerakan yang mengarah pada gerakan makar,” jelasnya. Hal ini untuk memberikan stereotip kepada masyarakat bahwa umat Islam selalu ingin menguasai pemerintahan dan mendirikan negara Islam, tambahnya.
Ditangkapnya para pemimpin gerakan saat itu kata Jaenuri, justru untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat umum sebagai pesan, pendirian negara Islam itu salah. Dan biasanya, pemerintahan yang sah seharus mendapat dukungan opini secara mutlak.
Sedang gerakan yang dinisbatkan beberapa kelompok Islam akhir-akhir ini yang sebenarnya merupakan gerakan sesaat. Laskar Jihad, misalnya, muncul karena faktor adanya faktor konflik di kepulauan Maluku yang tidak bisa diatasi secara cepat pihak pemerintah. Begitu selesai konflik di Maluku, bubarlah Laskar Jihad.
Sama halnya dengan Front Pembela Islam (FPI), radikalismenya muncul akibat adanya dampak sosial; sehingga FPI melakukan gerakan amar makruf nahi mungkar dengan gaya yang dimilikinya. Namun menurutnya walaupun merupakan gerakan sesaat Laskar jihad dan FPI mengarahkan tujuan gerakan radikalismenya itu karena adannya common enemy (musuh bersama) untuk melawan Amerika.
Dominasi Amerika atas kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya telah merusak tatanan umat Islam. Baginya, Amerika merupakan simbol hegemoni Barat yang harus dilawan karena telah melakukan dominasi kerusuhan di dunia Islam. Setidaknya kata Jaenuri, Amerika dan sekutunya telah merusak kedamaian Islam di Palestina dan negara-negara Islam di penjuru dunia.
Sumber: Hidayatullah