TEL AVIV (Arrahmah.id) – ‘Israel’ menghadapi tekanan yang semakin besar dari sekutunya, pada Senin (15/4/2024), untuk menunjukkan pengendalian diri dan menghindari eskalasi konflik di Timur Tengah ketika ‘Israel’ mempertimbangkan bagaimana menanggapi serangan balasan rudal dan drone Iran pada akhir pekan, menurut laporan Reuters.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memanggil kabinet perangnya untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari 24 jam, kata sumber pemerintah. Dua pejabat tinggi memberi isyarat pada Ahad (14/4) bahwa pembalasan tidak akan terjadi dan ‘Israel’ tidak akan bertindak sendiri, namun hasil perundingan Senin (15/4) belum diketahui.
Serangan Iran telah meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya perang terbuka antara ‘Israel’ dan Iran, dan meningkatkan kekhawatiran bahwa kekerasan akan semakin menyebar di wilayah tersebut. Khawatir akan bahayanya, Presiden Joe Biden mengatakan kepada Netanyahu bahwa Amerika Serikat tidak akan mengambil bagian dalam serangan balasan ‘Israel’ terhadap Iran.
Sejak dimulainya agresi di Gaza pada 7 Oktober, bentrokan telah meletus antara ‘Israel’ dan kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Iran di Libanon, Suriah, Yaman dan Irak, dan ‘Israel’ mengatakan empat tentaranya terluka ratusan meter di dalam wilayah Libanon pada Ahad malam (14/4).
Tampaknya ini adalah insiden pertama yang diketahui sejak perang Gaza meletus, yang menyebabkan baku tembak selama berbulan-bulan antara ‘Israel’ dan kelompok bersenjata Libanon, Hizbullah.
“Kita berada di tepi jurang dan kita harus menjauh darinya,” Josep Borrell, Perwakilan Tinggi UE untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, mengatakan kepada stasiun radio Spanyol, Onda Cero. “Kami harus menginjak rem dan gigi mundur.”
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron, menyampaikan seruan serupa, semuanya sejalan dengan seruan Washington dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres untuk menahan diri.
Negara-negara termasuk Belgia dan Jerman memanggil duta besar Iran.
Rusia menahan diri untuk tidak mengkritik sekutunya, Iran, di depan umum atas serangan tersebut, namun menyatakan kekhawatirannya mengenai risiko eskalasi pada Senin (15/4) dan juga menyerukan untuk menahan diri.
“Eskalasi lebih lanjut bukanlah kepentingan siapa pun,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.
Iran melancarkan serangan tersebut setelah serangan udara ‘Israel’ terhadap kompleks kedutaan besarnya di Suriah pada 1 April yang menewaskan tujuh petugas Garda Revolusi Iran, termasuk dua komandan senior.
Serangan akhir pekan lalu, yang melibatkan lebih dari 300 rudal dan drone, hanya menyebabkan kerusakan ringan di ‘Israel’ dan tidak ada korban jiwa. Sebagian besar ditembak jatuh oleh sistem pertahanan Iron Dome ‘Israel’ dan dengan bantuan dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Yordania.
Italia terbuka terhadap sanksi
Italia, yang memegang jabatan presiden bergilir di negara-negara demokrasi utama G7, meningkatkan kemungkinan G7 membahas sanksi baru terhadap Iran setelah serangan itu.
Dalam wawancara dengan Reuters, Menteri Luar Negeri Italia, Antonio Tajani, mengatakan sanksi baru memerlukan dukungan seluruh G7, yang mencakup Italia, Prancis, Jerman, Kanada, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Dia menyarankan tindakan baru apa pun akan difokuskan pada individu, bukan pada seluruh negara.
“Jika kita perlu menerapkan lebih banyak sanksi terhadap orang-orang yang jelas-jelas terlibat melawan ‘Israel’, misalnya mendukung terorisme, mendukung Hamas, maka hal itu mungkin dilakukan. Tapi kita harus sangat serius dan bekerja sama,” kata Tajani.
Saham-saham Asia melemah dan harga emas naik pada Senin (15/4) karena sentimen risiko terpukul. Namun harga minyak turun dan syikal ‘Israel’ naik terhadap dolar setelah komentar dari dua pejabat senior ‘Israel’ – Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, dan Menteri berhaluan tengah, Benny Gantz – yang menyatakan bahwa tanggapan ‘Israel’ tidak akan segera terjadi.
Serangan Iran juga menyebabkan gangguan perjalanan, dengan setidaknya selusin maskapai penerbangan membatalkan atau mengubah rute penerbangan, dan regulator penerbangan Eropa menegaskan kembali saran kepada maskapai penerbangan untuk berhati-hati di wilayah udara ‘Israel’ dan Iran.
‘Israel’ masih dalam kondisi siaga tinggi, namun pihak berwenang mencabut beberapa tindakan darurat, termasuk larangan beberapa kegiatan sekolah dan pembatasan pertemuan besar.
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian mengatakan Teheran telah memberi tahu Amerika Serikat bahwa serangan terhadap ‘Israel’ akan dibatasi dan untuk pertahanan diri, dan bahwa negara-negara tetangga di kawasan telah diberitahu mengenai rencana serangan tersebut 72 jam sebelumnya.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, mengatakan pada Senin (15/4) bahwa tidak ada perjanjian yang dibuat sebelumnya dengan negara mana pun sebelum serangan akhir pekan itu. Para pejabat AS mengatakan Teheran tidak memperingatkan Washington.
Serangan Iran mendapat tepuk tangan meriah di Gaza, di mana ‘Israel’ memulai agresinya. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 33.000 warga Palestina tewas dalam serangan tersebut dan wilayah kantong tersebut menghadapi bencana kemanusiaan. (zarahamala/arrahmah.id)