SOLO (Arrahmah.com) – Sekolah yang tak mau menghormat bendera Merah Putih dan membaca teks Pancasila serta UUD 1945 pada saat berlangsung upacara, merupakan sebuah penyerangan awal untuk kebangsaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Demikian yang dikatakan oleh Wali Kota Surakarta Joko Widodo, Jumat (10/6/2011), terkait adanya dugaan bahwa di daerahnya terdapat sekolah yang tak mau melaksanakan upacara dan melakukan penghormatan bendera Merah Putih, maupun membaca teks Pancasila dan UUD 1945.
Jokowi, demikian ia dipanggil- mengungkapkan bahwa Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sudah memiliki data sekolah-sekolah yang tak mau melaksanakan upacara dan melakukan penghormatan bendera Merah Putih, maupun membaca teks Pancasila dan UUD 1945.
Ia juga menegaskan bahwa sekolah-sekolah seperti ini nantinya akan dibina oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga setempat beserta dari Kantor Kementerian Agama. Tetapi apabila diberikan peringatan dan dibina masih membandel, tindakan terakhir kami akan bertindak tegas yaitu melakukan penutupan sekolah.
Masalah upacara dan hormat bendera saja dibesar-besarkan. Padahal relevansinya terhadap pendidikan yang selama ini berjalan juga tidak ada. Lembaga pendidikan yang melaksanakan upacara dan hormat bendera toh tidak membuat peserta didiknya menjadi lebih mencintai ‘bangsanya’. Pada dasarnya bentuk ‘cinta tanah air’ yang bisa lebih mendarah daging dalam jiwa generasi adalah dengan ‘membangun dan memberikan contoh pada masyarakat bahwa pemerintah dan para penguasa memang telah mengabdikan dirinya untuk membangun bangsa’ bukan sebaliknya.
Mencintai tanah air tidak selalu harus divisualisasikan dengan hormat bendera. Dengan melihat para pejabat yang korup, pemerintahan yang tidak berpihak pada rakyat kecil, meskipun hormat bendera dan upacara seminggu tiga kali tetap tidak bisa memberi teladan bagaimana agar rakyat bisa mencintai tanah air mereka. Karena penderitaan hidup separuhnya berasal dari sistem tanah air yang carut marut. (ans/rasularasy/arrahmah.com)