JAKARTA (Arrahmah.com) – Mantan missionaris yang kini telah menjadi Muslim dan mubaligh, Ustad Bernard Abdul Jabbar, menilai penolakan enam sekolah Katolik di Blitar untuk melaksanakan pendidikan agama sesuai aturan perundangan adalah bentuk sikap diskriminatif dan intoleran.
“Ini bukti merekalah yang diskriminatif. Jika selama ini stigma pelaku intolerasi selalu dilekatkan kepada kelompok Islam, dalam kasus ini terlihat sangat nyata mereka adalah orang-orang yang sangat intoleran,” kata Ustadz Bernard seperti dilansir Suara Islam Online di Jakarta, Kamis (7/2/2013).
Selain diskriminatif dan intoleran, kata Ustadz Bernard, lembaga pendidikan yang bernaung di bawah dua yayasan Katolik itu, Yayasan Yohanes Gabriel dan Yayasan Yoseph Freinadementz Perwakilan Blitar, juga curang.
“Jangan lupa, ini juga curangnya mereka. Lembaga-lembaga pendidikan Katolik itu juga menjalankan proyek Kristenisasi dengan mewajibkan semua siswa (termasuk Islam) mengikuti pelajaran Katolik,” ungkap mualaf yang kini menjabat Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII Bekasi) ini.
Dia mengingatkan umat Islam bagaimanapun kondisinya supaya tidak memasukkan putra-putrinya ke lembaga pendidikan Katolik. Sebab, seperti yang pernah dijalaninya, lembaga-lembaga itu tidak murni menyelenggarakan pendidikan tetapi membawa misi pemurtadan. “Jagalah akidah putra-putri kita dengan tidak memasukkan mereka ke sekolah-sekolah Katolik,” saran fungsionaris Forum Umat Islam (FUI) Pusat ini.
Sebelumnya, enam sekolah Katolik di Kota Blitar terancam sanksi dari Wali Kota. Ini karena mereka hingga batas waktu akhir yang diberikan Kemenag Kota Blitar, pada 19 Januari 2013, keenam sekolah tersebut menyatakan tidak bersedia melaksanakan pendidikan agama secara utuh dan konsisten sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Hal itu memaksa Kemenag Kota Blitar untuk menyampaikan surat kepada Wali Kota supaya mengambil tindakan tegas berupa sanksi administratif. Sebab peringatan pertama hingga ketiga juga tidak mereka indahkan. (bilal/SI-Online/arrahmah.com)