JAKARTA (Arrahmah.com) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini mendesak penghentian kekerasan terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar seiring terjadinya eskalasi ketegangan di wilayah tersebut.
“Penyerangan dan kekerasan yang menimpa Muslim Rohingnya harus segera diakhiri,” kata Helmy di Jakarta, Senin (28/8/2017), dikutip Antara.
Dia mengatakan PBNU juga mengutuk keras kejadian yang terjadi di Rakhine yang merupaman salah satu negara bagian Myanmar itu. Apapun alasannya dan motifnya, kata dia, kekerasan tidak bisa dibenarkan dan ditolelir.
“Kami mendesak pihak-pihak terkait, utamanya pemerintah Myanmar, Dewan Kemanan PBB dan juga ASEAN untuk proaktif dan mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan tragedi kemanusiaan ini,” kata dia.
Perbedaan keyakinan dan ideologi, kata dia, tidak bisa dijadikan alasan untuk memberangus liyan. “Saya mengutip Sayyidina Ali bahwa mereka yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudara dalam kemanusiaan. Ini penting diungkapkan untuk menunjukkan bahwa betapa kemanusiaan adalah basis utama untuk membangun apa yang disebut dengan perdamaian,” kata dia.
Diketahui kekerasan di Rakhine terus berlangsung ribuan umat Muslim dari sejak tahun 2013. Teraktual, ribuan orang meninggalkan rumahnya di Rakhine seiring memburuknya stabilitas di kawasan itu dalam beberapa hari terakhir. Terlebih, pada Jumat (25/8), terjadi penyerangan terhadap sejumlah kantor polisi oleh pejuang Rohingya.
Motif penyerangan diduga sebagai respon atas intimidasi aparat Myanmar terhadap etnis Rohingya di sejumlah tempat. Etnis Rohingya semakin menemui nasib yang tidak menentu setelah di Rakhine terjadi eskalasi kekerasan sementara saat mereka mengungsi dengan melintas ke sejumlah perbatasan negara, termasuk Bangladesh, justru diusir oleh aparat keamanan setempat.
Pemerintah Myanmar juga tidak mengakui orang Muslim Rohingya yang telah mendiami Rakhine sejak ratusan tahun lalu sebagai warga negara di Myanmar. Hal ini hanya karena warga Rohiungya berbeda latar belakang dengan etnis mayoritas warga Myanmar.
(azm/arrahmah.com)