Pengartian kerusuhan Poso sebagai kasus DPO semata dianggap sebagai penyesatan berita. Padahal kasus kerusuhan Poso menurut deklarasi Malino pada 2001 adalah kasus pembantaian terhadap 2000 umat Islam oleh Tibo dkk, termasuk 16 aktor utama yang disebutkan Tibo, demikian pernyataan yang disampaikan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath.
Pernyataan ini disampaikannya disela pertemuan Forum Umat Islam (FUI) dengan Komnas HAM yang diwakili Zoemrotin di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Jakarta (25/1/07) lalu.
Dia menambahkan, kasus DPO adalah dampak dari kerusuhan Poso. Karena kasus DPO lahir akibat kekecewaan warga Poso terhadap sikap aparat yang membiarkan 16 orang kristen aktor utama kerusuhan Poso yang disebut Tibo dkk.
“Maka FUI mendesak Komnas HAM dan DPR RI untuk meminta pemerintah mengusut kasus kerusuhan di Poso, dan menarik Densus 88 dari Poso, ” ujar Khathtahth.
Senada dengan Khathath, Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) M Mahendradatta SH MA MH meminta Komnas HAM untuk sesegera mungkin datang ke Poso untuk menyelidiki kasus ini, sekaligus mencegah pihak yang mencoba menghilangkan dan merekayasa bukti-bukti.
Sementara itu, Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq yang juga hadir sebagai pembicara mengatakan, ada upaya dari pemerintah untuk menutup-nutupi kasus ini. Dirinya mencurigai ucapan Wakil Presiden Yusuf Kalla yang mengatakan akan memutihkan kasus kerusuhan Poso yang terjadi sebelum deklarasi Malino pada 2000. Pemutihan kasus pelanggaran HAM berat ini menurutnya akan dijadikan alasan polisi untuk membiarkan 16 orang aktor utama kerusuhan Poso yang diungkap Tibo.
“Jadi sebenarnya ini adalah blunder bagi Yusuf Kalla, karena dia adalah salah satu penggagas deklarasi Malino, ” ujar Rizieq.
Rizieq menambakan, jika Polri mau menahan diri, insiden yang memakan korban sipil pada 22/1 lalu sebenarnya tidak perlu terjadi. Dari beberapa pertemuan antara Polri dan keluarga DPO yang dijembataninya terbukti efektif. Hasilnya lima orang yang masuk DPO dengan suka rela menyerahkan diri.
Ustad Abubakar Ba’syir yang juga hadir dalam pertemuan itu mencurigai insiden yang terjadi di Poso sebagai makar untuk menghabiskan umat Islam di sana. Dia menyayangkan sekaligus mengecam aparat kepolisian dari Densus 88 yang telah dijadikan alat untuk menghabisi umat Islam di Poso. “Saya kutuk perbuatan Densus 88, dan insya Allah, Allah juga mengutuk Densus 88,” ujar Ba’asyir yang disambut pekik takbir peserta pertemuan.
Untuk itu Ba’asyir meminta anggota Densus 88 yang beragama Islam untuk keluar dari kesatuannya. Karena perbuatan melukai bahkan membunuhi sauadara sendiri adalah dosa besar.
Di tempat berbeda, Anggota Tim Invetigasi Kasus Poso DPR Rendy Lamajido mengatakan, beberapa orang anggota DPO kasus Poso yang mengadu ke DPR menyatakan tidak ingin menyerahkan diri, karena merasa takut dengan aparat kepolisian.
“DPO itu mengadu kalau mereka dipukuli, dan dipaksa menandatangi berita acara lalu kemudian ditahan, wajar mereka tidak mau menyerahkan diri lagi, ” katanya seperti dikutip eramuslim.com disela Rapat Kerja Pansus RUU Tata Ruang, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/1).
Rencananya Hari ini, Jumat (26/1) tim invstigasi Poso DPR akan berangkat ke Poso, Sulawesi Tengah untuk memantau keadaan dan melakukan pendekatan dengan masyarakat. Tim juga akan memantau peredaran senjata ilegal dan menyelidiki apakah upaya penangkapan DPO yang dilakukan Densus 88 Polri sesuai dengan prosedur.
“Penyerbuan harusnya dilakukan oleh TNI bukan Polri, dan penyerbuan juga ada prosedurnya, ini akan diselidiki, ” tandasnya. [Surya Facrizal/Jakarta]