KAIRO (Arrahmah.com) – Sejumlah perwira militer Mesir bergabung dengan para demonstran di Kairo dan kota-kota besar lainnya yang menyerukan kejatuhan junta yang saat ini berkuasa, Press TV melaporkan.
Di Kairo, sekitar satu juta orang berkumpul pada hari Jumat (25/11/2011) di dalam dan di sekitar Tahris Square, titik fokus dari revolusi populer yang menggulingkan rezim Hosni Mubarak pada bulan Februari.
Para pengunjuk rasa menyerukan diakhirinya kekuasaan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) yang mengambil alih kekuasaan pasca penggulingan Mubarak, dan menyuarakan penentangan mereka terhadap Kamal el-Ganzouri, nominator yang diajukan SCAF yang ternyata merupakan orang lama dalam rezim Mubarak, sebagai perdana menteri.
Massa segera bergabung dengan para perwira militer Mesir, yang mendukung tuntutan diwujudkannya pemerintah sipil dan menentang keputusan junta dalam memilih pemimpin pemerintahan transisi.
“Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata tidak mencerminkan seluruh tentara Mesir,” kata Kapten Angkatan Darat Mesir, Ahmed Shouman. “Kami harus bersatu pada dengan orang-orang Mesir sekali lagi. Ini adalah cara terbaik. Kami harus mengambil jalan revolusi,” tegasnya.
Shouman menyatakan penyesalannya tentang tindakan keras terhadap para demonstran selama beberapa hari terakhir dan menyebutnya sebagai tanda keputusasaan sisa-sisa rezim Mubarak yang ingin tetap berkuasa.
Ia mengingatkan bahwa permintaan masyarakat sejak awal pemberontakan di Mesir adalah membentuk pemerintahan sipil. Dia kemudian menyerukan pembentukan “parlemen yang sebenarnya” yang mewakili rakyat Mesir dan tuntutan mereka.
SCAF memiliki mandat enam bulan untuk membantu membentuk pemerintah transisi dan menyelenggarakan pemilihan, namun junta menerima arahan dari luar Mesir, Shouman mengungkapkan tanpa menjelaskan dari mana perintah tersebut datang.
“Kami harus mewakili rakyat kami sendiri, bukan orang-orang luar,” desaknya.
Mengenai pencalonan el-Ganzouri, dia mengungkapkan keraguan apakah mantan perdana menteri itu adalah pilihan yang tepat mengingat situasi saat ini di Mesir atau justru sebaliknya.
Seorang pejabat militer Mesir juga menyatakan penyesalan atas pembunuhan lebih dari 41 pengunjuk rasa pekan lalu, dan menyerukan junta untuk memenuhi tuntutan masyarakat.
“Saya telah menjadi seorang anggota militer untuk waktu yang lama,” kata Mayor Angkatan Darat, Amr Metwaly, sembari memperlihatkan kartu identitasnya di hadapan pers.
“Tidak masalah jika kami hadir di sini untuk mewakili warga sipil Mesir atau personil bersenjata. Namun yang paling penting dari semua ini adalah bahwa kami adalah bagian dari Mesir. Kami berdiri berdampingan dengan kaum revolusioner dan kami siap mendukung revolusi,” katanya.
Dia mengutuk pembunuhan para pengunjuk rasa sebagai bagian dari plot Barat untuk menggagalkan revolusi di Mesir. Dia mencela sikap junta terhadap kaum revolusioner dan penggunaan kekuatan militer yang berlebihan terhadap demonstran.
Metwaly juga menggemakan komentar kawannya tentang keberadaan elemen era Mubarak dalam kementerian pertahanan dan dewan militer yang berkuasa.
Dia mengatakan Mesir menentang intervensi Barat dan Amerika Serikat, yang telah membuat berbagai upaya untuk membajak revolusi Mesir.
Ia meminta penguasa militer Mesir, Marsekal Hussein Tantawi, untuk menghormati permintaan masyarakat, mundur. Dia juga mendesak junta untuk mengadakan referendum nasional yang pro-rakyat untuk memutuskan masa depan negara mereka.
Metwaly bersumpah personil tentara tidak akan mengubah janji mereka untuk mendukung rakyat Mesir dan akan terus menjalankan tugas mereka dalam menjaga keamanan bagi rakyat Mesir. Dia menyatakan harapan bahwa junta akan mundur dalam waktu satu minggu paling lama dan tuntutan masyarakat akan segera terpenuhi. (althaf/arrahmah.com)