(Arrahmah.com) – Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, merupakan Masjid yang memiliki lembaran sejarah tersendiri, yang kini merupakan Masjid yang berada di jantung kota Propinsi Nanggro Aceh Darussalam.
Nama Masjid Raya Baiturrahman ini berasal dari nama Masjid Raya yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612 M. Masjid Raya ini memang pertama kali dibangun oleh pemerintahan Sultan Iskandar Muda, namun telah terbakar habis pada agresi tentara Belanda kedua pada bulan shafar 1290/April 1873 M, dimana dalam peristiwa tersebut tewas Mayjen Khohler yang kemudian diabadikan tempat tertembaknya pada sebuah monumen kecil dibawah pohon ketapang/geulumpang dekat pintu masuk sebelah utara mesjid.
Pada 26 Maret 1873 saat Belanda menyatakan perang kepada Kerajaan Aceh, masjid ini dijadikan benteng dan markas pertahanan oleh para pejuang Kerajaan Aceh. Para pejuang ketika itu, seperti: Teuku Umar dan Cut Nyak Dien mengatur strategi dan taktik perang dari Majid Baiturrahman.
Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jendral Johan Harmen Rudlof Kohler datang ke pantai Aceh pada 5 April 1873 dan membawa 3.198 tentara berhasil menguasai Masjid Baiturrahman. Para pejuang Aceh kemudian membuat serangan balasan. Dalam serangan balasan ini Jendral Kohler tewas setelah tertembus peluru di dada.
Saat agresi tentara Belanda kedua pada tanggal 10 April bulan Shafar 1290H/April 1873 M yang dipimpin oleh Jenderal van Swieten, masjid Baiturrahman habis dibakar. Masyarakat Serambi Mekkah marah besar ketika itu. Cut Nyak Dhien yang memimpin pasukan mengobarkan semangat jihad para pejuang. Perang kembali meletus.
Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten, maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah terbakar itu.
Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala Negeri sekitar Banda Aceh. Dimana disimpulakan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100% beragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Vander selaku Gubernur Militer Aceh pada waktu itu. Dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini siap dibangun kembali pada tahun 1299 Hijriyah bersamaan dengan kubahnya hanya sebuah saja.
Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman ini diperluas bahagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Dan pada tahun 1975 M terjadinya perluasan kembali. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M. Dalam rangka menyambut Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Nasional ke-XII pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya diperindah dengan pelataran, pemasangan klinker di atas jalan-jalan dalam pekarangan Masjid Raya. Perbaikan dan penambahan tempat wudhu dari porselin dan pemasangan pintu krawang, lampu chandelier, tulisan kaligrafi ayat-ayt Al-Qur’an dari bahan kuningan, bagian kubah serta intalasi air mancur di dalam kolam halaman depan.
Dan pada tahun 1991 M, dimasa Gubernur Ibrahim Hasan terjadi perluasan kembali yang meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid yang diperluas,meliputi penambahan dua kubah, bagian lantai masjid tempat shalat, ruang perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan ruang tempat wudhuk, dan 6 lokal sekolah. Sedangkan. perluasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah minaret.
Dilihat dari sejarah, Masjid Raya Baiturrahman ini mempunyai nilai yang tinggi bagi rakyat Aceh, karena sejak Sultan Iskandar Muda sampai sekarang masih berdiri megah di tengah jantung kota Banda Aceh. Mesjid Raya ini mempunyai berbagai fungsi selain untuk shalat, yaitu tempat mengadakan pengajian, perhelatan acara keagamaan seperti maulid Nabi Besar Muhammad SAW, peringatan 1 Muharram, Musabaqah Tilawatil Qur’an, tempat berteduh bagi warga kota serta para pendatang, salah satu obyek wisata Islami.
Waktu gempa dan tsunami (26 Desember 2004) yang menghancurkan sebagian Aceh, mesjid ini selamat tanpa kerusakan yang berarti dan banyak warga kota yang selamat di sini. Kawasan mesjid ini juga dijadikan kawasan syariat Islam.
(*/Arrahmah.com)