(Arrahmah.id) – Kata “dinar” berasal dari nama koin perak Romawi denarius yang dicetak pada 211 SM. Pada zaman pra-Islam, suku-suku Arab yang berdagang dengan orang-orang Suriah mengenal koin emas Bizantium yang disebut nomisma, besante, denarion xriseon, atau denarius aureus. Koin ini juga digunakan di Mekah pada saat itu. Dalam bahasa Arab, nama dinar ditetapkan padanya yang antara lain disebutkan dalam Al-Qur’an (QS. Ali Imran 75). Selanjutnya, di dunia Islam, koin emas apapun mulai disebut demikian, meskipun berbeda dengan dinar klasik.
Setelah penyebaran Islam, dinar Bizantium masih digunakan sampai para khalifah mulai mencetak uang mereka sendiri. Yang pertama melakukannya adalah Abdul Malik bin Marwan pada 696. Awal mulanya, dinar dicetak mengikuti pola Bizantium, tetapi dengan menyederhanakan gambar khalifah, menghilangkan salib, mengubahnya menjadi tanpa palang horizontal menyisakan tanda berupa huruf T, lalu menempatkan syahadat. Koin seperti ini dengan tulisan, tetapi tanpa gambar, disebut mankush. Kemudian di bagian depan mereka mulai menempatkan gambar Abdul Malik tengah menyandang pedang, di bagian belakang juga terdapat tahun pengeluaran koin tersebut. Ada contoh dinar yang diketahui berasal dari tahun 695 dan 696. Koin ini dianggap sebagai mata uang Islam asli pertama. Beratnya satu miskal (4,25 g).
Ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali mencetak dinar adalah Mu’awiyah dan Mushab bin Zubair di Irak atas nama saudara mereka Abdullah bin Zubair, akan tetapi hal ini belum terkonfirmasi dalam numismatika, sebuah studi mengumpulkan mata uang yang pernah beredar di masyarakat.
Di Afrika Utara, dinar yang meniru dinar Bizantium juga diproduksi pada kuartal pertama abad ke-8. Misalnya, di bawah kepemimpinan Musa bin Nusayr (640-716) di Ifrikiya (daerah yang saat ini meliputi Libya, Tunisia dan timur Aljazair), bagian depan koin emas menggambarkan profil kaisar Bizantium Heraclius I dan putranya, serta singkatan dari “kata-kata kesaksian” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin – NNESDSISDCVINSA (NoN EST Deus niSI Solus Deus CVI Nin Socius Alisus). Di bagian belakang terdapat tanda silang berupa huruf T, serta singkatan basmalah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan tempat pencetakan – INNDIMSRCHSLD dan FRIN AFRIC (IN Nomine DominI MıSeRıCordrıs Hic SoLiDus FeRitus IN AFRIKA).
Ketika Abbasiyah berkuasa, dinar mulai dicetak di berbagai wilayah. Di bawah Al Muqtadir Billah (908-932) terdapat sekitar 23 tempat percetakan dinar. Selama periode ini, koin ½, 1/3, dan ¼ dinar dengan berat beberapa miskal dikeluarkan secara bertahap.
Khilafah memiliki stok emas yang cukup untuk menghasilkan dinar sebanyak yang mereka inginkan, ketika di seluruh dunia kekurangan logam mulia ini. Eropa Barat akhirnya beralih ke koin perak. Mereka menghentikan impor dari Kekaisaran Bizantium setelah menderita kekalahan dari Iran pada awal abad ke-7 dan harus membayar ganti rugi berupa emas. Tambang emas di Kaukasus diteruskan ke Iran. Aliran emas dari Ural sering terganggu oleh migrasi suku-suku dari Asia Dalam ke Eropa melalui bagian selatan wilayah Rusia modern saat ini, dan pengiriman emas dari Nubia terhambat oleh suku-suku Arab. Perdagangan dunia sedang menurun, dan emas yang ditarik dari peredaran oleh umat Islam sebagai barang rampasan perang, diakumulasikan dan disimpan lalu diubah menjadi dinar di percetakan uang Abbasiyah.
Ketika Islam menguasai dunia, tambang-tambang yang ditutup karena berbagai alasan, mulai aktif kembali. Emas dari Afrika Tengah dan Selatan kembali mulai mengalir ke percetakan uang di Afrika Utara. Dari Altai, Ural, Kaukasus dan bahkan dari tambang dataran tinggi Deccan di India, emas mengalir ke dunia Islam.
Meskipun penaklukan Arab membatasi peran Eropa dalam perdagangan dunia untuk sementara waktu, dunia Islam membutuhkan kayu, besi, bulu dan barang-barang lainnya dari Eropa. Oleh karena itu, perdagangan segera dihidupkan kembali. Muslim membayar dengan dinar, dan segera koin-koin ini mulai beredar di Eropa. Di Barat, dinar disebut dengan berbagai nama, salah satunya mancussos (mankush).
Dinar tersebar luas ke seluruh dunia, menjadi alat tukar inernasional. Pada abad ke-9, bangsa Norman menuntut uang tebusan dalam bentuk dinar dari Raja Navarre Garcia Iñiguez yang mereka sandera. Mereka menuntut 90.000 dinar sebagai ganti kebebasan sang raja. Pada 927-928, pelabuhan Salerno di Italia selatan membayar sejumlah besar dinar sebagai penghormatan kepada Dalmatia. Juga, para pedagang Venesia mengkompensasi kerusakan yang terjadi pada Pavia dengan pembayaran “mancussos aureus“. Dimulai pada abad ke-11, sejumlah besar koin emas mulai jatuh ke Eropa Barat melalui hubungan perdagangan dan perang salib. Beberapa dari mereka kembali ke dunia Islam lagi, ketika orang Eropa membayar sutra, rempah-rempah dll.
Saat ini, Dinar masih digunakan sebagai mata uang di Aljazair, Tunisia, Libya, Yaman, Bahrain, Kuwait, Irak, Yordania. Mata uang Iran adalah rial, nilainya setara 100 dinar, tetapi karena nilai tukar rial yang rendah, dinar praktis tidak digunakan. Meski mengalami beberapa kali revaluasi, dinar juga sempat digunakan sebagai mata uang utama di Yugoslavia yang meliputi kerajaan Yugoslavia, Republik Federal Sosialis Yugoslavia, dan Republik Federal Yugoslavia dari tahun 1918 hingga 2003. (zarahamala/arrahmah.id)