JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbai mengatakan bahwa Syaikh Usamah bukan Islam dalam sebuah diskusi publik yang diadakan di Universitas Paramadina pada Rabu (4/5/2011). Pernyataan tersebut langsung mendapat respon dari para wartawan media Islam.
Dalam Diskusi Publik Indonesia “Mengupas Radikalisme di Sekitar Kita: Langkah Bersama Mengembalikan Iklim Toleransi di Indonesia” yang diadakan oleh Universitas Paramadina bekerjasama dengan Tempo Institute di Universitas Paramadina di Jakarta, statemen Ansyad yang “anti Islam” itu mengundang protes salah seorang wartawan media Islam dalam sebuah session tanya jawab.
Tak bisa menjawab, Ketua BNPT itu pun dipermalukan dan terlihat naik pitam, begitu reaksioner.
“Empat bulan yang lalu, saya diundang ke Riyadh dan berdiskusi dengan beberapa syekh yang menangani soal radikalisme. Kata mereka, Usamah tidak diakui di Saudi Arabia. Usamah itu bukan Islam. Usamah tidak punya hak berdakwah atas nama Islam di Saudi. Sekolahnya saja bukan dari syariat. Tapi di Indonesia, Usamah oleh kelompok radikal, menjadi idola, bahkan seperti nabinya,” kata Ansyad.
Dalam session tanya jawab, wartawan media Islam bertanya pada Ansyad Mbai, “kenapa bapak mengatakan Usamah bin Ladin itu kafir, bukan Islam. Anda menyebut syaikh Saudi mengatakan demikian. Syaikh siapa yang mengatakan Usamah itu kafir? Paling banter, ulama Saudi itu hanya mengatakan Usamah itu kelompok khawarij, tapi bukan kafir. Bahkan Syaikh Utsaimin yang menjadi rujukan kelompok salafi pernah memuji Usamah bin Ladin.” tanya sang wartawan.
Lalu apa jawaban Ansyad? “Harus diakui, ada kelompok yang suka mentakfir (mengkafirkan orang lain)’. Ansyad nampak berpikir. Saat memberi penjelasan, Ansyad sempat membantah Usamah dianggap kafir. Padahal, saat bicara sebelumnya, ia mengatakan Usamah bukan Islam. Mendengar jawaban Ansyad yang tidak konsisten, wartawan media Islam lain yang berdiri di bagian belakang, berteriak, “Lha, tadi bapak bilang Usamah kafir, lalu bantah tidak bilang kafir. Kok gak konsisten gitu,” sela wartawan.
Lalu dijawab juga oleh Ansyad, “Seingat saya yang mengatakan Usamah bukan Islam adalah Syaikh Muhammad siapa gitu? Ia pengajar di Riyadh di bawah departemen dalam negeri yang menangani radikalisme. Yang jelas, ada tiga doctor yang mengatakan itu. “Saya punya dokumentasinya. Janganlah kita buat bingung masyarakat,” ujar Ansyad.
Pertanyaan selanjutnya diajukan oleh wartawan media Islam yang sama, “lalu apa yang salah dengan syariat Islam, begitu juga dengan pemikiran Negara Islam? Kenapa Anda mendramatisir informasi seputar Pepi yang diduga pelaku bom Serpong? Kenapa wartawan tidak bisa memverifikasi Pepi, sehingga wartawan tidak bisa dijejali informasi satu arah dari polisi. “Statemen Pak Ansyad banyak yang kontradiktif,” kata sang wartawan yang pernah meliput ke Gaza dan dijadikan sandera oleh Israel ini.
Jawab Ansyad, “Sudahlah jangan dibolak balik. Ayo lah kita berdiskusi secara sehat”. Ketua BNPT itu mengalihkan pembicaraan. “Kelompok radikalisme itu suka menebar kebencian dan permusuhan. Pemerintahan pun dianggap thogut, aparat dicap kafir, dilarang mengucapkan Assalamualaikum kepada polisi. Itu yang terjadi Poso. Ini kata Jafar Umar Thalib lho. Aneh, teroris kok dijadikan pahlawan. Lalu teroris itu dibilang jasadnya harum,” tandasnya.
Lho kalo memang terbukti harum, mau dibilang apa? Banyak saksi yang mengatakan jenazah para “teroris” yang dibunuhi Densus 88 berbau harum, hal demikian tidak hanya diungkapkan oleh satu dua orang saja tetapi oleh banyak saksi mata. Dalam wawancara majalah Hidayatullah dengan adik Ustadz Amrozi yang memandikan Trio Bom Bali setelah dieksekusi, wajah ketiganya tersenyum, bahkan Ustadz Amrozi tampak sepeti tertawa hingga giginya kelihatan.
Mungkin Pak Ansyad sendiri belum pernah menyaksikan foto-foto jenazah para Mujahid yang ada di Agnanistan dan Chechnya. Wajah mereka memancarkan kegembiraan seolah-olah telah mendapatkan apa yang mereka impikan. Wallohua’alam. (voaI/rasularasy/arrahmah.com)