SAMARINDA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda, Kaltim, meminta tiga politisi PDIP yakni Ahmad Vanazda, Suriani, dan Hairil Usman untuk meminta maaf ke publik. Ketiganya merupakan anggota DPRD Samarinda.
Ketiganya diduga merupakan otak persekusi terhadap pengendara motor di Jalan Adam Malik, Sungai Kunjang, Sabtu (15/9/2018) lalu.
Ketiganya terekam dalam satu frame di video berdurasi 1 menit 18 detik yang terjadi di tepi jalan. Mereka mempersekusi dua pemuda yang menggunakan baju bertuliskan #2019GantiPresiden. Korban tak berdaya.
Dikerumuni bak maling yang tertangkap basah. Baju bagian belakang pengemudi yang ditarik paksa, sobek hingga terlepas. Tubuhnya nyaris terpental.
Ahmad Vanandza, Suriani, dan Hairul Usman saling bersahutan melakukan serangan verbal kepada pengendara itu karena menggunakan baju bertuliskan #2019GantiPresiden. Hingga terselip kata tak pantas yang diduga dilontarkan Ahmad Vanandza, anggota Komisi I DPRD Samarinda.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda KH Zaini Naim menyatakan dengan tegas agar oknum DPRD tersebut meminta maaf ke publik.
“Baik perkataan, maupun perbuatan,” tegasnya Kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group), Kamis (20/9).
“Perkataan Ahmad Vanandza terkait khilafah membuat umat muslim marah,” imbuh KH Zaini yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Samarinda.
KH Zaini menjelaskan, khilafah identik dengan Islam. Kata tidak pantas yang terlontar dari mulut Ahmad Vanazda setelah berkata “khilafah” secara tidak langsung, menyebut perkataan buruk. Mencederai umat muslim.
Sikap MUI, lanjut dia, dengan tegas meminta Vanandza secara kesatria menghadapi masalah tersebut.
“Minta maaf saja, tapi itu belum menyelesaikan masalah,” tandasnya.
Setidaknya, ungkapan maaf itu bisa meredam amarah publik, yang terus menerus mengecam perbuatan anggota DPRD Samarinda itu. Namun, permintaan tidak hanya dilakukan di media sosial, melainkan di media cetak maupun elektronik. Jika urung dilakukan, ujar KH Zaini, ini tidak hanya berdampak pada pelaku, melainkan pimpinan DPRD dan partai tempat yang bersangkutan berkiprah.
Pasalnya, di pengunjung pertemuan di ruang paripurna DPRD Samarinda pada Rabu (19/9), Ahmad Vanandza menyebut menyerahkan kasusnya kepada pimpinannya. Hanya, saat ditanya mengenai tudingan menistakan agama, anggota Komisi I DPRD Samarinda itu berkelit tak bermaksud demikian.
“Saya enggak pernah berniat seperti itu (menistakan agama). Insyaallah saya juga Islam,” ucapnya kemudian pergi meninggalkan ruangan pertemuan.
Terkait perkataan Ahmad Vanandza itu, KH Zaini menilai, pernyataan tersebut sangat-sangat berlebihan.
“Mestinya anggota dewan itu enggak boleh ngomong begitu,” ujarnya.
“Indonesia adalah negara berketuhanan. Tindakan itu sangat salah,” lanjutnya.
Dia juga menilai, sebagai anggota DPRD, Ahmad Vanandza dan dua rekannya sejatinya bisa menahan diri.
“Anggota DPRD kok bicaranya sembarangan. Perkataan itu, khilafah (maaf, Red) taik bisa jadi penistaan agama. Saya juga umat muslim,” ujarnya.
Sumber: JPNN
(ameera/arrahmah.com)