AUSTRALIA (Arrahmah.id) — Musa Cerantonio, tokoh Islam berpengaruh di Australia, menyatakan keluar dari agama Islam setelah 17 tahun memeluk agama itu.
Cerantonio secara terbuka menyatakan memilih keluar dari Islam ketika diwawancara Graeme Wood, seorang jurnalis di The Atlantic, dan diangkat di media itu pada 31 Maret 2022.
Dalam wawancaranya dengan Wood, Cerantonio mengaku selama dipenjara telah membaca kembali Al Quran dengan teliti dan rinci. Dalam kesimpulannya, dia menyebutkan bahwa Islam identik dengan kekerasan dan Al Quran merupakan hasil jiplakan. Bukan buatan Allah.
“Saya lebih suka menemukan ini semua 17 tahun yang lalu (ket:sebelum pindah agama ke Islam) sehingga dapat terhindari banyak masalah,” ungkap Cerantonio kepada The Atlantic seraya menyatakan bahwa selain kelaur dari kelompok Islamic State (ISIS), dia juga keluar dari Islam.
Dia sebelumnya ragu-ragu untuk mengumumkan kemurtadan dia ke publik. Sebab, dia merasa yang tidak suka pasti akan menganggapnya memilih murtad karena ingin cepat keluar dari penjara. Bukan karena siap mati dibunuh para militan Islam.
Ketika ditanya terkait Al Quran hasil jiplakan, Cerantonio menjelaskan terkait sosok Dzulkarnain yang dimuat dalam Surat Al Kahfi. Menurutnya, sosok Dzulkarnain bukanlah Alexander Agung sebagaimana banyak diyakini umat Islam. Justru kisah Alexander Agung dalam versi bahasa Aram dijiplak Al Quran
“Dzulkarnain sama sekali bukan orang yang nyata, tetapi lebih didasarkan pada kisah fiksi Alexander Agung. Karena hal itu, saya hanya memiliki satu kemungkinan kesimpulan: Al Quran tidak diilhami secara ilahi,” ungkapnya.
Cerantonio juga menyatakan bahwa hampir semua program di penjara di Australia dan di seluruh dunia adalah buang-buang waktu. Mereka menyajikan argumen tandingan terhadap jihadisme yang dapat dengan mudah dibantah oleh para jihadis.
Mengenai penulis Richard Dawkins, yang dia ikuti sejak menjadi atheis, Cerantonio mencatat bahwa dia tidak setuju dengan apa yang dikatakan Dawkins terkait Islam.
“Dawkins mengutip kitab suci yang mengklaim para martir akan diberikan 72 perawan di surga. Hadits itu tidak shahih!” kata Cerantonio.
Dalam wawancaranya dengan The Atlantic, Cerantonio pun menceritakan usahanya untuk mempengaruhi dua jihadis di penjara dengan menjelaskan mekanisme dunia tanpa Pencipta.
Cerantonio memeluk Islam pada usia 17 tahun. Sebelumnya dia dilahirkan dengan nama Robert Cerantonio dan tinggal di keluarga keluarga Katolik-Irlandia.
Menurut pihak berwenang Filipina, pernah Cerantonio melakukan perjalanan ke Filipina pada tahun 2013 dan menggunakan YouTube untuk mengpropagandakan jihad dan mendukung ISIS. Dia kemudian dideportasi pada Juli 2014 menyusul tindakannya itu.
Cerantonio dan empat orang lainnya ditahan kemudian ditahan oleh otoritas Australia pada Mei 2016 karena diduga berencana berlayar ke Indonesia dengan tujuan bergabung dengan ISIS di Suriah.
Selama dibui di Port Phillip Melbourne, pada Juni 2021, dia menyatakan bahwa dirinya tidak lagi mendukung ISIS. Dia menyesal telah berkontribusi dalam mempropagandakan jihad dan menyeru muslim untuk pergi berperang ke Suriah dan Irak. (hanoum/arrahmah.id)