VERSAILLES (Arrahmah.com) – Pengadilan Banding Versailles pada Kamis (18/4/2019) memutuskan bersalah sebuah perusahaan karena memecat seorang karyawati pada tahun 2008 yang menolak untuk melepas jilbabnya. Pengadilan mengatakan bahwa pemecatan tersebut dianggap tidak adil, sebagaimana dilansir Daily Sabah.
Pengadilan mengatakan Asma Bougnaoui memiliki hak untuk mengenakan jilbab di tempat kerjanya, dan tidak ada peraturan atau undang-undang yang melarang penggunaan jilbab bagi karyawati muslim yang bekerja di sektor swasta.
Selain menjatuhkan vonis bersalah, pengadilan juga membatalkan pemecatan dan memerintahkan perusahaan konsultan komputer Micropole untuk membayar 23.000 euro sebagai denda dan ganti rugi.
Bougnaoui telah bekerja sebagai konsultan IT di kantor Micropole di Levallois, Hauts-de-Seine selama setahun ketika tiba-tiba dia dipecat.
Menurut dokumen pengadilan, pemecatan itu terjadi setelah perusahaan asuransi Perancis Groupama, salah satu klien Bougnaoui yang bekerjasama di Toulouse pada waktu itu, mengeluh bahwa kehadirannya yang mengenakan jilbab di perusahaan tersebut menciptakan ketidaknyamanan di antara karyawan.
Pejabat Perusahaan kemudian memintanya untuk melepaskan jilbabnya pada kunjungan berikutnya, namun Bougnaoui menolak permintaan itu dan pertikaian berakhir dengan dia dipecat dari perusahaan.
Bougnaoui telah mengajukan gugatan ke pengadilan ketenagakerjaan tentang pemutusan kontraknya yang tiba-tiba tetapi pengadilan membuat keputusan yang menguntungkan pihak perusahaan.
Tidak menyerah sampai di situ, ia kemudian mengajukan banding dan kasusnya berakhir di Pengadilan Eropa.
ECJ mengatakan pemecatannya merupakan “diskriminasi langsung yang melanggar hukum dan ilegal”. Ia juga menambahkan bahwa klien dan pihak perusahaan harus terbiasa dengannya yang mengenakan jilbab di tempat kerja.
Pengadilan menggarisbawahi bahwa jilbabnya tidak secara langsung mengganggu atau menghalangi kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang ditugaskan padanya. Dalam pendapat pendahuluan, Eleanor Sharpston, pengacara umum di pengadilan Eropa, mengatakan bahwa menurut hukum Uni Eropa perusahaan dapat meminta pakaian khusus hanya jika ada “persyaratan pekerjaan yang khusus”.
Perancis adalah negara dengan penduduk minoritas Muslim terbesar di Eropa, dari total 67 juta jumlah penduduk diperkirakan terdapat sebanyak 5 juta atau lebih penduduk Muslim.
Selama bertahun-tahun, kelompok-kelompok hak asasi manusia berpendapat bahwa hukum sekuler Perancis menumbuhkan Islamofobia dan mendiskriminasi perempuan Muslim.
Perancis juga merupakan negara pertama di Eropa yang melarang penutup wajah, seperti burqa dan niqab, untuk dikenakan di tempat-tempat umum pada tahun 2010. (Rafa/arrahmah.com)