JAKARTA (Arrahmah.com) – Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jajat Burhanudin, mengatakan, peraturan bersama dua menteri yang mengatur tentang pendirian rumah ibadah harus di uji publik terlebih dahulu sebelum dijadikan undang-undang.
“Sebelum peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.8/2006 dan No.9/2006 dijadikan Undang-Undang, isi dari peraturan tersebut harus di uji publik, sehingga tidak menjadi masalah ke depannya,” katanya, di Jakarta, Selasa, menanggapi usulan Menag Suryadharma Ali itu.
Semua elemen masyarakat, menurut dia, baik tokoh lintas agama dan lainnya harus dilibatkan dalam pembentukan peraturan bersama dua menteri (PBM) menjadi UU. Ia menyayangkan pernyataan Menag Suryadharma Ali yang menyatakan peraturan bersama dua menteri itu tidak perlu direvisi.
Padahal seharusnya Menag bisa menampung aspirasi masyarakat terlebih dahulu dan melakukan kajian, baru bisa menyatakan apakah PBM itu perlu direvisi atau tidak. “Yang terpenting, pemerintah harus terbuka sebelum menjadikaan PBM sebagai UU dan perlu uji publik,” tegasnya.
Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan peraturan bersama dua menteri yang mengatur mengenai rumah ibadah jika ditingkatkan menjadi undang-undang akan lebih baik. “Peraturan bersama dua menteri itu tidak ada masalah sehingga tidak perlu direvisi, apalagi dicabut,” kata Suryadharma Ali pada rapat kerja dengan Komisi VIII DPR beberapa hari lalu.
Peraturan bersama dua menteri tersebut adalah, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 2006 dan No 9 tahun 2006 yang mengatur tentang pendirian rumah ibadah. Suryadharma menjelaskan, peraturan bersama dua menteri yang mengatur soal rumah ibadah tidak ada masalah.
Konflik antarumat beragama di Bekasi, Jawa Barat, kata Jajat, disebabkan oleh faktor lain, bukan disebabkan oleh keberadaan peraturan bersama dua menteri. “Peraturan bersama dua menteri tidak ada masalah. Jika setiap ada pelanggaran kemudian aturannya diubah, itu namanya bukan peraturan. Logikanya tidak bertemu,” ujarnya.
Meskipun peraturan bersama bersama dua menteri itu tidak ada masalah, kata dia, jika ada keinginan dari DPR untuk meningkatkan statusnya menjadi undang-undang, maka hal itu lebih baik. Menurut dia, peraturan bersama dua menteri mengenai pendirian rumah ibadah diberlakukan untuk seluruh agama yang ada di Indonesia, bukan hanya untuk agama tertentu saja, sehingga tidak ada diskriminasi.
“Konflik antarumat beragama yang terjadi di Bekasi, tidak ada kaitannya dengan keberadaan peraturan bersama dua menteri mengenai rumah ibadah,” tegasnya. (rep/arrahmah.com)