DAGESTAN (Arrahmah.com) – Tamerlan Tsarnaev, pemuda Muslim Rusia yang dituduh AS sebagai pelaku Bom Maraton Boston bersama adiknya Dzhokhar Tsarnaev, masih sempat menelepon ibunya pada Kamis (18/4/2013) pagi, saat-saat terakhir sebelum ia ditembak oleh polisi AS, lansir LATimes.
“Dia menelepon saya setiap hari dari Amerika pada saat-saat terakhir,” kata Zubeidat Tsarnaev, ibu dari Tsarnaev bersaudara, pada Ahad (21/4) dalam sebuah wawancara melalui telepon dengan The Times dari rumahnya di Dagestan. Tamerlan menghubungi sang Ibu untuk terakhir kalinya pada pagi hari [sebelum ditembak polisi AS]. “Ia bilang ia mendapat panggilan telepon pribadi dari FBI dan mengatakan bahwa mereka menyatakan ia dicurigai dan harus datang menemui mereka,” katannya.
“Kalian tahu, FBI mengikutinya selama beberapa tahun dan ketika ia kembali dari Dagestan tahun lalu mereka memanggilnya dan bertanya kepadanya apa tujuan kunjungannya ke tanah airnya,” Sang Ibu bertutur sambil terisak.
Ibu Tsarnaev bersaudara juga mengatakan, “Ketika Tamerlan berbicara kepada saya untuk terakhir kalinya, Dzhokhar juga berada di rumahnya, dan ia bilang ia akan memberinya tumpangan rumah,” kata ibu mereka. “Dan kemudian pada hari berikutnya putri saya, Bella, menelepon saya dan berkata, ‘Ibu, nyalakan televisi.’ … Dan sekarang, saya biarkan televisi menyala terus sepanjang waktu,” katanya, menangis lagi.
Dua anak Zubeidat dituduh sebagai pelaku bom Boston, dikejar, dan ditembaki polisi AS. Dokter mengatakan bahwa Tamerlan (26) mengalami luka dari kepala sampai kaki ketika ia tiba di rumah sakit dengan kondisi yang sangat kritis, kehilangan banyak darah, dan mengalami begitu banyak luka yang menembus. Ia tak mampu bertahan dan akhirnya meninggal dunia.
Sementara adik Tamerlan, Dzhokhar (19), yang juga dituduh sebagai pelaku pemboman, saat ini berada dalam kondisi kritis di rumah sakit setelah dikejar dan ditangkap polisi AS pada Jumat (19/4) malamnya. Dzhokhar, yang berada di unit perawatan intensif Beth Israel Deaconess Medical Center, dilaporkan tidak bisa bicara karena tembakan di mulut yang tembus dari belakang lehernya. Selain itu, ia juga menderita luka tembak di kakinya.
Zubeidat Tsarnaev mengatakan dia dan suaminya berencana akan pergi ke Amerika Serikat untuk membersihkan nama baik anak-anak mereka. Ia mengatakan adik suaminya “adalah seorang pengacara perusahaan minyak besar dan dia mengatakan bahwa dia akan membantu kami mencari pengacara yang baik untuk Dzhokhar.”
Ia mengatakan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, melalui telepon Tamerlan mengatakan beberapa kali bahwa meskipun ia suka dan menikmati tinggal di Amerika, ia ingin pindah kembali ke Dagestan dan telah membujuk istrinya, yang seorang Amerika, untuk kembali bersamanya beserta putri mereka.
“Dia ingin berada di dekat orang [Rusia], di antara sanak keluarganya, dekat kampung halamannya,” katanya, terisak-isak.
Keluarga Tsarnaev adalah etnis Chechen dari Kirgistan. Pada tahun 1992 mereka mencoba untuk kembali ke tanah air bersejarah mereka Chechnya, wilayah yang tengah bergolak di selatan Rusia, tetapi pada tahun 1994 perang pertama antara Moskow dan wilayah separatis pecah. Keluarga Tsarnaev pun memutuskan untuk pindah kembali ke Kirgistan dan dari sana pada tahun 1999 pindah ke Dagestan. Sampai akhirnya pada tahun 2002 mereka berimigrasi ke Amerika Serikat. Kedua orangtua Tsarnaev kembali ke Dagestan setahun yang lalu sementara anak-anak mereka tetap di AS
Pada Ahad (21/4), media resmi Mujahidin Imarah Kaukasus provinsi Dagestan, VDagestan, mengeluarkan pernyataan komandan Mujahidin Dagestan sehubungan dengan peristiwa baru-baru ini di Boston, Amerika Serikat.
Pernyataan itu mengatakan :
Setelah peristiwa di Boston, AS menyebarkan informasi di media mereka yang mengatakan bahwa salah satu dari Tsarnaev bersaudara telah menghabiskan waktu selama enam bulan di Dagestan pada tahun 2012. Atas dasar ini, terdapat spekulasi asumsi bahwa ia mungkin telah berhubungan dengan Mujahidin Imarah Kaukasus, khususnya Mujahidin Dagestan.
Komandan Mujahidin Dagestan mengindikasikan dalam hal ini bahwa Mujahidin Kaukasus tidak berperang melawan Amerika Serikat. Mereka menyatakan berperang melawan Rusia yang tidak hanya bertanggung jawab untuk pendudukan di Kaukasus tapi juga untuk kejahatan keji terhadap ummat Islam.
Para ahli dan aktivis hak di Moskow setuju bahwa meneror Amerika Serikat tidak membantu Mujahidin Islam Rusia saat ini, meskipun dengan retorika anti-Amerika mereka.
“Saya pikir kita bisa mempercayai pernyataan ini, karena menyerang Amerika Serikat bukanlah kepentingan Mujahidin Kaukasus Utara,” kata Tatiana Kasatkina, seorang direktur eksekutif Memorial, sebuah kelompok HAM yang berbasis di Moskow yang memantau peristiwa di wilayah-wilayah bermasalah. (banan/arrahmah.com)