AHMEDABAD (Arrahmah.id) — Sebanyak 11 pria Hindu yang divonis penjara seumur hidup karena pemerkosaan beramai-ramai terhadap seorang wanita Muslim yang sedang hamil di Gujarat, India, telah dibebaskan dari penjara. Korban diperkosa massal selama kerusuhan komunal tahun 2002.
Dilansir Reuters (16/8/2022), mereka dibebaskan dengan remisi setelah menjalani hukuman hampir 15 tahun. Pembebasan 11 terpidana itu diumumkan para pejabat setempat pada Selasa (16/8/2022), yang memicu kecaman dari suami korban, pengacara dan politisi.
Ke-11 pria itu dihukum pada awal 2008 dan dibebaskan dari penjara di Panchmahals di negara bagian Gujarat barat pada hari Senin, ketika India merayakan 75 tahun kemerdekaan atau sejak berakhirnya kekuasaan Inggris.
Kekerasan komunal di Gujarat tahun 2022, salah satu kerusuhan agama terburuk di India, menyebabkan kematian lebih dari 1.000 orang, kebanyakan dari mereka Muslim.
Gujarat kemudian dipimpin oleh Perdana Menteri India saat ini Narendra Modi sebagai ketua menteri, dan partai nasionalis Hindu; Bharatiya Janata Party (BJP) masih mengaturnya.
Birokrat utama Panchmahals mengatakan kepada Reuters bahwa komite penasihat penjara distrik telah merekomendasikan pembebasan setelah mempertimbangkan waktu yang dihabiskan 11 orang di penjara dan perilaku baik mereka.
“Faktanya adalah mereka telah menghabiskan hampir 15 tahun di penjara dan memenuhi syarat untuk remisi,” kata pejabat setempat, Sujal Jayantibhai Mayatra.
Menurut para pejabat, undang-undang India mengizinkan narapidana untuk mencari remisi setelah 14 tahun dipenjara.
Suami korban, Yakub Rasul, mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya kecewa karena kerusuhan itu juga telah menewaskan banyak anggota keluarganya.
“Kami telah kehilangan keluarga kami dan ingin hidup damai, tetapi tiba-tiba ini terjadi,” katanya.
“Kami tidak memiliki informasi sebelumnya tentang pembebasan mereka, baik dari pengadilan atau pemerintah. Kami hanya mengetahuinya dari media,” ujarnya.
Politisi dan pengacara oposisi mengatakan pembebasan itu bertentangan dengan kebijakan yang dinyatakan pemerintah untuk mengangkat perempuan di negara yang terkenal dengan kekerasan terhadap mereka.
“Pengampunan hukuman terpidana kejahatan mengerikan seperti pemerkosaan beramai-ramai dan pembunuhan tidak pantas secara moral dan etis,” kata pengacara senior Anand Yagnik.
“Apa sinyal yang kita coba kirim?,” ujarnya. (hanoum/arrahmah.id)