DAMASKUS (Arrahmah.com) – Sekitar 283 tahanan yang dicurigai berafiliasi dengan ISIS telah dibebaskan oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) akhir pekan lalu sebagai isyarat “kerja sama, persaudaraan, dan grasi,” klaim SDF dalam sebuah pernyataan.
Langkah ini dinegosiasikan dengan para pemimpin suku Arab setempat, setelah milisi Kurdi memastikan bahwa orang-orang yang ditahan itu “tidak berlumuran darah di tangan mereka”, dan kemungkinan telah terlibat dalam posisi administratif dengan kelompok tersebut.
“Mereka tersesat melanggar tradisi masyarakat Suriah dan hukum, dan beberapa dari mereka telah ditipu tetapi mereka tetap anak-anak Suriah kami,” bunyi pernyataan itu.
Setelah AS mengumumkan akan menarik diri dari Suriah pada Desember, SDF membahas rencana untuk membebaskan ribuan anggota ISIS, dengan alasan bahwa mereka tidak memiliki sumber daya untuk menahan mereka tanpa dukungan AS.
“SDF telah bekerja untuk memperdalam hubungan dengan suku-suku,” Hassan Hassan, direktur program aktor non-negara di Pusat Kebijakan Global, mengatakan kepada Independent. “Masalahnya adalah ketika suku-suku mulai turun tangan untuk mengeluarkan kerabat mereka. Apa yang Anda lakukan? Bagaimana Anda menyeimbangkan antara terlibat dengan suku-suku dan pada saat yang sama tidak membuka pintu ke ISIS untuk kembali melalui sel-sel tidur.”
Bulan lalu, pengawas resmi Pentagon merilis sebuah laporan yang mengkalim bahwa tanpa tekanan terus-menerus, ISIS mungkin dapat bangkit kembali di Suriah dalam waktu enam hingga 12 bulan dan mendapatkan kembali wilayah yang terbatas.
Pembebasan itu terjadi di tengah perdebatan yang sedang berlangsung mengenai nasib para pejuang ISIS, khususnya yang berasal dari luar negeri; sementara AS, Libanon, Rusia, Indonesia, Sudan, dan Selandia Baru telah sepakat untuk memulangkan warga negara mereka, negara-negara Eropa telah bergulat dengan cara menangani tersangka militan dan keluarga mereka.
Swiss mengatakan bahwa mereka lebih memilih agar warga yang berjuang untuk ISIS diadili di tempat daripada dibawa pulang. Namun, SDF saat ini tidak memiliki legitimasi atau otoritas untuk melakukan persidangan, dan telah menekankan bahwa mereka tidak dapat menahan para militan tanpa batas waktu.
Beberapa ratus orang telah dipindahkan ke Irak untuk menghadapi pengadilan di sana. Namun kritik atas ketidakberpihakan sistem peradilan Irak telah meningkat; ribuan orang telah diadili dalam sidang pengadilan sepuluh menit, di mana para terdakwa tidak memiliki kesempatan untuk membuktikan afiliasi mereka dengan ISIS. Ratusan orang kemudian dijatuhi hukuman mati, dengan anak-anak berusia sembilan tahun dituntut karena melakukan tindakan kekerasan.
Human Rights Watch mengecam pendekatan Irak terhadap orang asing, terutama wanita dan anak-anak, yang dituduh berafiliasi dengan ISIS, menuduh mereka melakukan persidangan secara tergesa-gesa “tanpa cukup mempertimbangkan keadaan individu dari setiap kasus atau menjamin tersangka persidangan secara adil.”
(fath/arrahmah.com)