DENPASAR (Arrahmah.com) – Puluhan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi dan HAM (ARDHAM) di Denpasar, Rabu (20/10/2010), menggelar aksi menyikapi satu tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Dalam orasinya, Koordinator Lapangan Akso itu, Abdul Aris menilai, setelah setahun memerintah, pasangan SBY-Boediono belum berhasil mengangkat daya saing bangsa Indonesia.
“Kita jauh ketinggalan dari Cina, yang bisa menjual produknya di luar negeri dengan harga murah. Tapi kita di negeri sendiri menjual produk dalam negeri dengan harga yang mahal,” kata Aris.
Aksi menyikapi setahun pemerintahan SBY Boediono dimulai di depan kampus Universitas Udayana di Jalan PB Sudirman Denpasar, lalu bergerak menuju kawasan Pusat pemerintahan Provinsi Bali di kawasan Puputan Renon. Untuk menjaga keamanan, aksi unjuk rasa itu mendapat pengawalan dari aparat kepolisian, bahkan kendaraan taktis dan mobil ‘water canon‘ siap siaga di sekitar pendemo melakukan orasi.
Ada 10 butir tuntutan yang dikemukakan ARDHAM, yakni ditegakkannya supremasi hukum dan keadilan, penolakan Soeharto sebagai pahlawan nasional dan diusutnya secara tuntas kejahatan HAM di zaman Orde Baru. Selain itu, ARDHAM juga menuntut agar pemerintahan SBY menolak kebijakan liberalisasi ekonomi yang menyengsarakan rakyat di semua sektor, seperti pendidikan, kesejahteraan, pertanian, perburuhan, pelayanan politik dan lainnya.
ARDHAM juga menuntut pemerintah menghentikan kekerasan yang mengatasnamakan agama, serta mengusut tuntas kasus korupsi Century serta moratorium penebangan hutan selama 10 tahun. “Pemerintah agar mengkaji ulang perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang terbukti mematikan daya saing usaha dalam negeri,” kata Aris.
Aris mengatakan, pemerintahan SBY-Boediono perlu melakukan pembenahan dan peningkatan di semua bidang, antara lain kesejahteraan untuk masyarakat, masalah hak asasi manusia, pembangunan infrastuktur, ekonomi, hukum, dan politik.
Presiden SBY sebutnya, harus menuntaskan masalah-masalah yang tengah terjadi di masyarakat, karena jika proses penuntasan masalah hanya setengah-setengah, maka citra bangsa Indonesia akan turun di mata dunia. (rep/arrahmah.com)