“George W Bush halal darahnya”. Bayangkan, seorang Soetardjo Soerjogoeritno atau Mbah Tarjo, sampai mengatakan demikian itu terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) George W Bush. Sedemikian menolaknya terhadap kunjungan Bush ke Indonesia 20 November nanti, sampai-sampai Mbah Tarjo menjatuhkan vonis yang membenarkan eksekusi mati terhadap Bush. Utusan FUI (Forum Umat Islam) yang menemuinya kemudian menyambut dengan memberikan aplus panjang. ”Allahu Akbar,” seru Mbah Tardjo dengan bersemangat.
‘Fatwa’ politisi senior PDIP itu menandai betapa massifnya penolakan terhadap kedatangan Bush ke Tanah Air yang disuarakan berbagai elemen masyarakat. Prof Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhamadiyah dan Sekretaris MUI, di depan massa demo anti-Bush dengan terang-terangan turut membubuhkan tanda tangan penolakan rencana kedatangan Bush itu.
Sikap senada juga ditegaskan oleh KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum PBNU. Ormas-ormas Islam lainnya seperti HTI, FPI, KAMMI, MMI, Hizbullah, seiya sekata menolak Bush. Mereka sepakat akan menurunkan massa demo dalam jumlah terbesar selama sepekan ini. Ketua MPR maupun mantan ketua MPR, juga bersikap sama. Bahkan sopir-sopir angkot, anak sekolah, sampai barisan artis pun ogah menerima kehadiran Bush di negeri ini.
Gelombang sikap penolakan warga negara Indonesia terhadap rencana kedatangan Bush tersebut bukan merupakan sentimen pribadi belaka. Pada bagian akhir bukunya The Stupid White Men yang telah meraih penghargaan buku kritik terbaik Inggris tahun 2001, sineas cerdas Amerika Michael Moore mengritik habis kebijakan perang Bush. Dan karenanya ia menyimpulkan, “Kami tinggal di sebuah negara yang dibenci oleh semua orang, dan siapa yang bisa menyalahkan mereka?”
Kemenangan ‘teroris’
Menjelang pemilihan umum legislatif AS, 7 November lalu, Bush sesumbar mengatakan, “Jika Partai Demokrat menang, maka teroris menang dan AS kalah.” Dia menegaskan, akan tetap mempertahankan pendudukan atas Irak yang dilakukan sejak 2003. Sebaliknya, Bush menuding Demokrat ingin mengusir Amerika dari Irak sebelum ‘tugasnya’ selesai.
Gembar-gembor Bush itu justru menjadi penggali lubang kubur kemenangan partainya. Dia sepertinya lupa, agresi dan pendudukan atas Irak telah menewaskan hampir 3.000 tentara AS. Rakyat Irak lebih banyak lagi, sekitar 650 ribu orang meninggal. Diapun mengakui, situasi di Irak sudah seperti di Vietnam menjelang kekalahan Amerika dulu. Hal ini semakin membuat dunia antipati terhadap Bush. Bahkan para prajurit Amerika di Irak pun sudah membuat mosi tidak percaya pada kebijakan perang Bush untuk disampaikan pada Kongres.
Seperti kita tahu, Partai Demokrat akhirnya memenangi secara mutlak pemilihan di Amerika. Bahkan salah satu senator Demokrat adalah seorang Muslim. Dengan berakhirnya hegemoni Partai Republik kekuasaan Amerika, maka pemerintahan George W Bush pun tinggal menghitung hari. Partai Republik mempunyai ideologi konservatif, lebih suka perang dalam menyelesaikan masalah perbedaan pendapat dengan negara lain. George W Bush sendiri mengakui dirinya adalah ‘Presiden Perang’. Ia juga dengan enteng mengobarkan perang sambil menyebut istilah crusade, ‘teroris’, ‘iblis’, dan istilah-istilah kebencian lainnya. Tokoh-tokoh internasional pun memberi Bush gelar yang sesuai dengan kepemimpinannya, misalnya The Master of Empty Promises, The Big Satan, The Big Evil, Warmonger, atau War Maniac.
Berbeda dengan Republik, Partai Demokrat mempunyai ideologi liberal yang tidak menyukai perang. Partai tersebut juga pro-perdagangan bebas, lebih suka menyukai pendekatan diplomasi dalam mengatasi masalah hubungan internasional.
Karena sudah berada di ujung tanduk, kekuasaan Bush bisa dikatakan sudah tidak efektif lagi. Seruan perangnya semakin tidak menarik untuk mengundang investor Amerika ke Indonesia. Bahkan bantuan-bantuan ke Indonesia dengan atas nama ‘perang melawan terorisme’ seperti proyek Detasemen Khusus (Densus)-88 dan IMET, bisa jadi tidak akan royal lagi. Sebaliknya, kelak Partai Demokrat akan menggunakan langgam pendekatan politik yang lebih menekankan kepada upaya HAM.
‘Malaikat’ pencabut kekuasaan
Walhasil, benar kata para tokoh bahwa kehadiran Bush nyaris tidak ada gunanya lagi, baik bagi kekuasaan SBY maupun bangsa dan negara. Terlalu besar pertaruhan SBY jika ia tetap menerima Bush dengan seremonial penerimaan yang menurut Amien Rais seperti hendak menyambut kedatangan ‘malaikat’.
Saya khawatir, ‘malaikat’ yang akan datang justru malaikat pencabut kekuasaan Presiden SBY karena telah membutakan diri terhadap aspirasi bangsa Indonesia maupun warga dunia yang beradab. Mereka semua menolak kedatangan George W Bush yang jelas-jelas telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.
Bila SBY ngotot menerima kunjungan George W Bush dengan pengorbanan sedemikian besar yang mesti dipikul rakyat, maka tidak keliru kalau saya di depan anggota DPR beberapa waktu lalu menyatakan bahwa SBY patut di-impeach. Kawan-kawan di parlemen dapat menindaklanjutinya dengan menerbitkan mosi tidak percaya pada SBY. Selamat memperjuangkan hati nurani rakyat! Wallahu ‘alam bish-shawwab. (RioL/swaramuslim)
Ahmad Sumargono
* Mantan Anggota DPR RI, Ketua PB Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia.