DOHA (Arrahmah.com) – Qatar akan menarik diri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Menteri Energi negara Teluk, Saad Sherida al-Kaabi, mengumumkan pada Senin (3/12/2018).
Keputusan untuk keluar dari blok beranggotakan 15 negara penghasil minyak yang merupakan persentase signifikan dari produksi minyak dunia ini dikonfirmasi oleh Qatar Petroleum, perusahaan minyak negara itu.
Qatar announces it was withdrawing from the Organization of Petroleum Exporting Countries “OPEC” effective 1 January 2019.
— QatarEnergy (@qatarenergy) December 3, 2018
Berbicara pada konferensi pers di Doha, al-Kaabi mengatakan, “Keputusan penarikan mencerminkan keinginan Qatar untuk memfokuskan upaya pada rencana pengembangan dan peningkatan produksi gas alamnya dari 77 juta ton per tahun menjadi 110 juta ton di tahun-tahun mendatang.”
Qatar adalah negara Teluk pertama yang meninggalkan blok negara-negara penghasil minyak. Keputusan ini datang hanya beberapa hari menjelang pertemuan OPEC yang akan berlangsung pada 6 Desember ini.
Sejak 2013, jumlah minyak yang diproduksi Qatar terus menurun dari sekitar 728.000 barel per hari pada tahun 2013 menjadi sekitar 607.000 barel per hari pada tahun 2017, atau hanya di bawah 2 persen dari total output OPEC.
Sementara itu, total produksi selama periode yang sama meningkat dari 30,7 juta barel per hari menjadi 32,4 juta barel per hari.
Qatar bergabung dengan OPEC pada tahun 1961, satu tahun setelah pendirian organisasi.
Awal pekan ini, OPEC dan Rusia, yang bersama-sama memproduksi sekitar 40 persen dari minyak dunia, mengatakan mereka sepakat untuk memangkas produksi minyak baru untuk memastikan harga minyak tidak turun terlalu banyak dalam beberapa bulan mendatang.
Pada bulan Oktober, harga minyak mencapai level tertinggi empat tahun yakni $ 86, tetapi sejak saat itu harga telah turun lagi menjadi sekitar $ 60 per barel.
Qatar adalah pemasok gas alam cair (LNG) terbesar di dunia, menghasilkan hampir 30 persen dari total dunia.
Menurut Al Jazeera, Al-Kaabi mengatakan deklarasi itu murni keputusan bisnis.
Al-Kaabi menambahkan keputusan untuk meningkatkan pasokan gas alam adalah untuk “mengembangkan strategi masa depan berdasarkan pertumbuhan dan ekspansi, baik dalam kegiatannya di dalam maupun di luar negeri.”
“Untuk mencapai strategi pertumbuhan ambisius, butuh upaya, komitmen, dan dedikasi yang difokuskan untuk mempertahankan dan memperkuat posisi Qatar sebagai produsen gas alam terkemuka,” tambahnya.
Qatar berbagi ladang gas alam terbesar di dunia, North Field, dengan Iran.
Pada bulan September, Qatar mengumumkan akan meningkatkan produksi gas alamnya dengan menambah lini produksi keempat, untuk meningkatkan kapasitas dari North Field menjadi 110 juta ton per tahun.
Sebagian besar, yakni hampir 80 juta ton, pasokan LNG tahunan Qatar dikirim dalam tanker ke berbagai negara.
Keputusan ini, menurut laporan, tidak dipengaruhi oleh blokade diplomatik yang diterapkan oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain. (Althaf/arrahmah.com)