NEW DELHI (Arrahmah.com) – Aktivis sayap kanan Hindu memulai kampanye 10 hari pada Rabu (24/12/2014) untuk sebuah eferendum yang akan menjadikan Nepal sebagai negara Hindu, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin.
Partai Rastriya Prajatantra Nepal yang melakukan pawai Rath Yatra selama 10 hari, atau arakan kereta, dari Jhapa di Nepal Timut dan diperkirakan akan tiba di ibukota Kathmandu, pada tanggal 2 Januari itu akan mengadakan prosesi di 30 kabupaten di seluruh negeri dan akan menampilkan pertunjukan agama dan budaya.
Partai Rastriya Prajatantra menginginkan referendum apakah Nepal harus dinyatakan sebagai negara Hindu atau sebagai negara sekuler dalam konstitusi negara itu, yang saat ini sedang disusun.
Pada konferensi pers, pemimpin partai Rastriya Prajatantra, Kamal Thapa, yang juga mantan Menteri Dalam Negeri selama periode Raja Gyanendra, mengatakan: “Kami mendukung Hindu sebagai identitas bangsa dan advokasi kebebasan beragama dan perlakuan yang sama bagi semua agama oleh negara.”
Sebelum resmi menjadi republik sekuler pada tahun 2007 Nepal merupakan “kerajaan Hindu” satu-satunya di dunia.
Partai Rastriya Prajatantra Nepal, yang saat ini memegang 25 dari 601 kursi di Majelis Konstituante, dan menguasai suara 6 persen, sudah semakin vokal dalam mendorong untuk mengembalikan Undang-Undang tahun 1990 yang berkaitan dengan agama.
Beberapa partai-partai yang berkuasa sebelumnya telah menyatakan solidaritas terhadap sikap partai Rastriya Prajatantra dan perlunya mengadakan referendum tentang masalah tersebut.
Pada bulan Oktober, Khum Bahadur Khadka, mantan menteri dan sekarang menjadi anggota Panitia Kerja Pusat Partai Kongres Nepal, memimpin kampanye yang mempromosikan negara Hindu di Nepal.
Meskipun tidak ada senior lainnya dari partai tersebut yang bergabung dalam kampanye itu, akan tetapi diamnya pemimpin tingkat tinggi di Kongres Nepal dan mitra koalisi seperti Partai Komunis Nepal (Persatuan Marxis Leninis) dikritik sebagai memberikan persetujuan diam-diam untuk kampanye yang lebih luas untuk memutar kembali perubahan tatanan politik di negara itu, yang didirikan sejak akhir perang selama satu dekade pada tahun 2006.
Kampanye yang dimobilisasi oleh Partai Rastriya Prajatantra muncul saat adanya kontroversi seputar pernyataan yang disampaikan oleh Duta Besar Inggris Andrew Sparkes yang mendesak para pemimpin untuk menjamin hak warga negara Nepal untuk memilih agama mereka sendiri dalam konstitusi baru.
Pada pertemuan pada Rabu (24/12), Thapa menuduh pihak asing mengucurkan dana untuk kegiatan yang bertujuan untuk melakukan pemurtadan agama, dan mengatakan bahwa Nepal telah menjadi sekuler atas desakan masyarakat internasional.
(ameera/arrahmah.com)