GAZA (Arrahmah.id) – Setelah gencatan senjata mulai berlaku pada Ahad pagi (19/1/2025) di Gaza, ribuan warga Palestina kembali ke rumah mereka.
Saat orang banyak berkumpul di seluruh Jalur Gaza untuk merayakannnya, koresponden The New Arab di Gaza berbicara dengan penduduk setempat tentang perasaan mereka setelah gencatan senjata yang telah lama ditunggu.
Yasser Abu Yunis kembali ke Rafah, di selatan Gaza, setelah melarikan diri ke daerah Mawasi di Khan Yunis.
“Saya bisa tidak tidur tadi malam,” kata ayah empat anak itu kepada The New Arab . “Saya menunggu matahari terbit agar saya bisa kembali ke Rafah dan memeriksa rumah saya.”
Younis mengatakan dia “terkejut” dengan apa yang dilihatnya di kota itu. Dia mengatakan rumahnya, yang telah ia bangun selama bertahun-tahun untuk dirinya dan keluarganya, hancur total.
“Rafah bukan lagi kota seperti setengah tahun lalu,” kata pria berusia 40 tahun itu. “Mayat-mayat tergeletak di jalan, sebagian sudah membusuk, dan sebagian lagi dimakan anjing.”
“Terjadi kehancuran total. [‘Israel’] tidak meninggalkan satu batu pun di atas batu lainnya di kota kami.”
Adapun Yahya Abu Zakaria, ia mulai mempersiapkan barang bawaannya pada Ahad (19/1) untuk kembali ke Jalur Gaza utara, meskipun perjanjian tersebut menetapkan bahwa tidak seorang pun di selatan boleh kembali ke utara sebelum tujuh hari sejak dimulainya perjanjian.
“Saya tahu masih terlalu dini untuk mempersiapkan dan mengepak barang bawaan,” kata Zakaria kepada The New Arab sambil tersenyum. “Namun, saya melakukannya karena optimisme dan kerinduan saya untuk kembali ke Beit Hanoun, yang saya tinggalkan pada hari pertama perang.”
“Ketika kami diizinkan, saya akan kembali dengan berjalan kaki. Sudah 15 bulan saya hidup di neraka, kematian, dan kelaparan.”
Sementara banyak pihak merayakan gencatan senjata, sebagian lagi masih menahan diri dan bersikap hati-hati terhadap kesepakatan itu.
Teman Zakaria, Taha Abu Saif, tidak memiliki optimisme yang sama.
Pria berusia tiga puluh tahun, yang mengungsi dari Kota Gaza di wilayah Mawasi Khan Yunis, menyatakan “pesimismenya” tentang keteguhan perjanjian dan bahwa para pengungsi akan dapat kembali ke daerah mereka.
“Kita tidak boleh yakin bahwa ‘Israel’ akan mematuhi perjanjian tersebut. ‘Israel’ memiliki sejarah pelanggaran perjanjian dan kesepakatan,” kata ayah dari lima anak tersebut kepada The New Arab .
“Waktulah yang akan membuktikan apakah kesepakatan ini akan terwujud, dan kami akan dapat kembali ke wilayah kami, mengakhiri pembunuhan, perang, dan kehancuran, serta kembali ke perdamaian lagi.”
Agresi ‘Israel’ di Gaza telah menewaskan lebih dari 46.913 orang dan melukai 110.750 orang sejak Oktober 2023, sementara lebih dari 11.000 warga Palestina masih hilang di bawah reruntuhan.
Sebelum kesepakatan berlaku, ‘Israel’ sempat-sempatnya membunuh 19 orang setelah batas waktu gencatan senjata awal dan melukai 36 orang lainnya. (zarahamala/arrahmah.id)