JAKARTA (Arrahmah.com) – Mayjen (Purn) TNI Saurip Kadi menjelaskan kejelasan adanya pembantaian warga di Mesuji, Ia juga membantah video pembunuhan warga di Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, merupakan hasil penggabungan dengan rekaman gambar-gambar peristiwa kekerasan di Thailand.
“Tim pencari fakta sudah kesana dan mengakui ada pemenggalan. Sekarang ini perusahaan yang terlibat dalam kasus Mesuji masih ada, keluarga korban pembantaian juga masih ada. Jadi tak perlu mengurusi hal teknis seperti itu. Fokus urus warga, jangan fokus mengurusi dari mana video tersebut,” ujar Saurip, Senin (19/12) saat jumpa pers di kantor PP Muhammadiyah.
Saurip menuturkan untuk meyakinkan kebenaran tentang fakta tersebut, dirinya akan menampilkan testimoni dari keluarga korban yang belum mau ia ungkapkan kapan akan dilakukan testimoni tersebut.
“Tunggu tanggal mainnya,” tukasnya. Saurip pun kembali menegaskan korban yang meninggal tetap berjumlah di atas 30 orang sampai pengecekan terakhir. Dan jumlah tersebut ia yakin masih bisa bertambah.
“Saya akan minta orang tua dan keluarga korban untuk menyampaikan testimoninya. Mereka akan umumkan sendiri dan menunjuk di mana kuburannya,” tegasnya. Saurip menambahkan, data mengenai kasus Mesuji yang ia sampaikan ke Komisi III DPR memang benar adanya. Bila ada pihak yang ingin membuktikan, ucapnya, pasti bisa menemukan dan menghitung berapa korban yang jatuh atas insiden tersebut.
Saurip Kadi menjelaskan bahwa ia sudah memiliki saksi dan perekam video yang belum mau ia ungkapkan identitasnya. “Video asli ada di tangan saya. Kalau berani menjamin keamanan, saya akan serahkan saksi dan perekam video. Jadi pemerintah tidak usah berkelit membela diri,” tambahnya.
Menurutnya, pemerintah termasuk DPR tidak perlu mempertanyakan keaslian video. Seharusnya pemerintah segera menuntaskan kasus kekerasan yang dialami warga karena persoalan sengketa lahan.
“Substansinya peristiwa (pembantaian) itu terjadi di Indonesia, yang jadi korban warga Indonesia. Pemerintah bukannya lamban lagi, tetapi sudah membiarkan kasus ini, seharusnya minta maaf dulu,” tegas dia.
“Kok ngomong begitu? Tidak ada unsur politis, politis apa? apa yang mau diambil keuntungan? Kebetulan saja saya anak petani dan melihat ini ada banyak korban yang harus ditindaklanjuti,” kata Saurip.
Menurutnya, perkara sengketa lahan antara perusahaan dengan warga terus terjadi bahkan hingga menimbulkan korban jiwa. “Harusnya pemerintah tidak membela diri, harus cepat-cepat minta maaf kepada rakyat. Ini bukannya ditangani malah ribut, mestinya yang dikerjakan ya presiden turun langsung ke lapangan bukan mendelegasikan tugas ke orang lain,” sambungnya.
Tambahnya, kasus sengketa lahan bermula ketika pemerintah mengeluarkan surat izin penggunaan lahan kepada perusahaan. Padahal, lahan yang akan digarap perusahaan sudah ditempati warga selama puluhan tahun.
“Ini konspirasi pengusaha dan penguasa. Ini urusan fulus wani piro? Izin penggunaan lahan diberikan ke pengusaha karena ada duit. Warga yang turun temurun ada di situ, dikalahkan dengan surat izin yang belakangan dikeluarkan,” pungkasnya.
Lebih dari itu, kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) tidak tepat. Menurutnya yang dibutuhkan warga Mesuji saat ini bukan TPGF, melainkan pertolongan secepat mungkin.
“Harusnya presiden tanya ke Komnas HAM, benar nggak itu yang dikatakan teman saya, Saurip? Apa susahnya menanyakan itu ke Komnas HAM? Yang dibutuhkan oleh warga Mesuji sekarang ini pertolongan secepat mungkin, bukan TPGF,” ujar Saurip.
Saurip menuturkan data yang didapat oleh Komnas HAM sudah lengkap. Gubernur setempat pun sudah mengetahui hal tersebut. Karena itu ia sangat menyayangkan pemerintah baru mengetahui hal tersebut saat kasus Mesuji diungkap oleh DPR.
“FPI (Front Pembela Islam) saja dokternya sudah ke sana (Mesuji). Pemerintah baru bentuk TPGF. Harusnya pemerintah bantu buatkan dapur umum, dirikan tenda-tenda, bangun rumah, supaya warga di sana hidupnya tertib,” tegasnya.
(Bilal/arrahmah)