RIYADH (Arrahmah.id) – Pengadilan Arab Saudi menghukum mati tiga pria dari suku Al-Howeiti, sebuah suku yang diusir secara paksa untuk membuka jalan bagi megacity NEOM senilai $ 500 miliar awal bulan ini karena menolak pemindahan, sebuah kelompok hak asasi yang berbasis di Inggris melaporkan.
Shadli, Atallah, dan Ibrahim Al-Howeiti ditangkap pada 2020 karena menentang pengusiran suku mereka untuk proyek tersebut dan dijatuhi hukuman mati pada 2 Oktober oleh Pengadilan Kriminal Khusus Arab Saudi, menurut Alqst, kelompok hak asasi yang berbasis di Inggris.
“Kami mengutuk hukuman itu dan menyerukan pembebasan mereka,” kata Alqst dalam sebuah tweet pada Kamis (6/10/2022).
Shadli Al-Howeiti adalah saudara laki-laki Abdul Rahim Al-Howeiti, seorang warga Tabuk berusia 43 tahun yang ditembak mati oleh pasukan khusus Saudi pada April 2020 setelah memprotes perintah pengusiran oleh pemerintah.
Hukuman mati para pria itu hanyalah yang terbaru dari serangkaian putusan ekstrim yang baru-baru ini dijatuhkan oleh pengadilan Saudi kepada mereka yang telah menyatakan perbedaan pendapat.
Hal ini juga terjadi ketika suku Al-Howeiti melaporkan eskalasi dalam kampanye oleh pihak berwenang untuk mengusir mereka dari tanah mereka demi proyek unggulan tersebut yang mana sekarang menjadi lokasi Asian Winter Games 2029, setelah diumumkan pekan ini.
Dua anggota Al-Howeiti lainnya, Abdulillah Al-Howeiti dan Abdullah Dukhail Al-Howeiti dijatuhi hukuman penjara 50 tahun dan larangan bepergian 50 tahun pada Agustus karena mendukung penolakan pengusiran dari rumah mereka di provinsi Tabuk.
Beberapa lainnya telah menerima hukuman yang panjang termasuk Salma Al-Shehab, seorang mahasiswi Universitas Leeds, ibu dari dua anak, dan Nourah Bintti Saeed Al-Qahtani, ibu dari lima anak. Mereka diberi hukuman masing-masing 34 tahun dan 45 tahun atas tweet yang mengkritik pemerintah Saudi.
Osama Khaled, seorang penulis, penerjemah, dan pemrogram komputer, dijatuhi hukuman 32 tahun atas “tuduhan yang berkaitan dengan hak kebebasan berbicara”, kata Alqst.
Adel Al-Saeed, wakil presiden Organisasi Hak Asasi Manusia Eropa Saudi mengatakan dalam serangkaian tweet bahwa menjatuhkan hukuman mati sebagai respon terhadap keberatan rakyat akan keputusan pemerintah adalah hal baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Penggunaan hukuman mati sebagai alat politik untuk menundukkan warga menunjukkan kerajaan tidak berencana untuk membalikkan penggunaan hukuman mati, tambahnya.
“Hal ini juga menunjukkan bahwa putra mahkota Saudi, Mohammed bin Salman melihat situasi internasional dan kebutuhan energi sebagai lingkungan yang tepat untuk menjatuhkan hukuman secara tidak adil dengan biaya serendah mungkin,” tulisnya. (zarahamala/arrahmah.id)