JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj (SAS) melaporkan sejumlah Ormas Islam, saat menerima kunjungan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian bersama jajarannya di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (18/8/2016). Dia mempertanyakan HTI yang masih bergerak dengan bebas di Indonesia. SAS meminta Polri mengawasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai kerap mengampanyekan antinasionalisme.
“Gerakan tersebut saat ini masih kecil dan lemah, tetapi jika tidak diantisipasi lebih dini bisa mengancam keutuhan bangsa,” kata Said Aqil, lansir Antara.
Tentang Front Pembela Islam (FPI), SAS menyampaikan bahwa gerakan ini bukan gerakan Islam radikal yang ingin mendirikan negara Islam, tetapi misinya ingin menjalankan “amar makruf nahi mungkar” (menyeru pada kebaikan dan mencegah kejahatan).
“Sayangnya apa yang dilakukan tidak terkoordinasi dengan aparat keamanan. Jadinya malah merusak citra Islam yang damai,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Kapolri meminta pandangan PBNU tentang Majelis Tafsir Al Quran (MTA) yang baru-baru ini bertemu dengannya. Ia meminta penjelasan tentang kasus bentrokan antara Banser dan MTA baru-baru ini di Boyolali, Jawa Tengah.
Menurut SAS, ajaran MTA banyak yang membidah-bidahkan amaliah NU, salah satunya mengharamkan tahlil.
“Berbeda itu biasa, tetapi kalau sampai menyalah-nyalahkan amaliah orang lain, itu yang tidak benar,” katanya.
Menambahkan, Ketua PBNU Robikin MH bilang, bahwa kelompok MTA sebelumnya sudah diingatkan untuk tidak melakukan provokasi di lingkungan warga NU, tetapi mereka tetap memaksa.
“Yang dilakukan Banser hanya upaya penghadangan saja, sampai akhirnya terjadi bentrokan kecil,” kata dia.
Kapolri mengatakan, Polri sebagai elemen pemerintah dan NU sebagai salah satu pendiri bangsa akan terus menjalin hubungan dan kerja sama, terutama menyangkut masalah keumatan dan kebangsaan.
“Setelah beberapa kali ke sini (PBNU), kami akan merealisasikan pertemuan ini dengan melakukan MoU dan menggelar seminar di Surabaya tentang hukum,” ucapTito.
(azm/arrahmah.com)