WASHINGTON (Arrahmah.id) – Amerika Serikat memberlakukan sanksi pada Kamis (2/3/2023) terhadap perusahaan yang katanya telah mengangkut atau menjual produk minyak bumi atau petrokimia Iran yang melanggar pembatasan AS, termasuk dua perusahaan yang berbasis di Cina.
Sanksi tersebut merupakan bagian dari dorongan Washington untuk mengekang penyelundupan minyak Iran dan sebagai upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Teheran 2015 yang terhenti sebagian karena hubungan yang semakin tegang antara Iran dan Barat.
Dalam sebuah pernyataan, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan sanksi tersebut menargetkan 11 perusahaan dan 20 kapal pengapalan yang berafiliasi yang telah memfasilitasi perdagangan minyak dan petrokimia Iran.
“Penunjukan ini menggarisbawahi upaya berkelanjutan kami untuk menegakkan sanksi kami terhadap Iran,” kata Blinken.
Misi Iran untuk PBB di New York menuduh pemerintahan Biden pada dasarnya mengulangi kebijakan tekanan maksimum yang gagal dari mantan pemerintah AS, mengacu pada pemerintahan mantan Presiden Donald Trump.
“Iran sudah terbiasa dengan sanksi-sanksi ini, tetapi jika AS ingin kembali ke JCPOA (kesepakatan nuklir Iran) suatu hari nanti, akan menjadi tantangan bagi pemerintah AS untuk mencabut semuanya,” kata misi PBB Iran kepada Reuters.
Dua dari perusahaan yang terkena sanksi berbasis di Cina, yang lain di Vietnam dan Uni Emirat Arab, menurut Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan. Sanksi tersebut membekukan aset AS perusahaan dan umumnya melarang orang Amerika berurusan dengan mereka.
AS mengeluarkan sanksi berdasarkan perintah eksekutif AS 2018 yang memulihkan sanksi yang menargetkan sektor minyak, perbankan, dan transportasi Iran.
Trump memberlakukan perintah 2018 setelah meninggalkan kesepakatan nuklir 2015, yang mengekang program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi ekonomi. Pemerintahan Presiden Joe Biden telah mencoba tetapi gagal untuk menghidupkan kembali pakta tersebut selama dua tahun terakhir.
Pada Kamis (2/3), Departemen Keuangan mengeluarkan lisensi umum yang mengesahkan transaksi terbatas dengan 20 kapal yang terkena sanksi di bawah apa yang disebut periode “wind-down” hingga 29 Juni, sebagai tercatat dalam sebuah dokumen yang bisa diakses di situs mereka. (zarahamala/arrahmah.id)